Kiriman:
Adi Saputra, Jurusan Akuntansi
Universitas Andalas, Padang
Universitas Andalas, Padang
Sampah plastik sudah umum ditemukan di mana-mana. Sampah yang awet dan tidak (mudah) teruraikan ini sangat lazim digunakan oleh sebagian besar penduduk di dunia. Disamping mudah penggunaannya, juga praktis dan tahan lama untuk sarana penyimpanan. Tapi ternyata keamanan itu tidak diimbangi dengan kemampuan penguraian yang memadai. Bakteri tak cukup berminat untuk membusukkannnya karena plastik sangat susah diuraikan oleh mikroorganisme (dan sebagian bakteri dan rakyat mikroorganisme mengatakan bahwa rasa plastik itu tak enak, tak selezat daun kering atau bangkai binatang).
Solusi yang bisa digunakan masyarakat adalah dengan membakarnya. Tapi tak habis di situ, karbon hasil pembakaran plastik secara tidak sempurna akan mengotori udara dan mengikis lapizan ozon di atmosfir. Selain itu, sisa palstik yang terbakar dapat meracuni tanah. Sampah plastik dapat merusak unsur hara tanah dan mencemari pH air. Tanah hanya mampu menguraikan bahan-bahan yang bersifat organik, sedangkan plastik adalah bahan anorganik sintesis yang sengaja dibuat oleh manusia.
Di beberapa negara maju, isu plastik ini sungguh sangat menyita perhatian pemerintah setempat. Seperti Irlandia yang telah mengganti kantong plastik dengan produk campuran plastik dan kertas (90 persen kertas) untuk berbagai keperluan. Denmark yang memberlakukan pajak tinggi untuk penggunaan plastik dan kertas. Lalu DPR-nya Perancis yang melarang penggunaan tas-tas plastik yang tak bisa terurai. Terakhir, Italia yang juga memberlakukan pelarangan serupa pada tahun 2010. Mereka sudah menggunakan kantong kertas sebagai pengganti plastik dalam setiap kegiatan jual beli.
Indonesia yang juga merupakan konsumen plastik terbesar tak cukup menyadari bahwa sampah dan limbah plastik tak dapat terurai lingkungan. Bahkan bisa awet bertahun-tahun meskipun ditimbun di dalam tanah. Padahal setiap kali kita berbelanja (apapun itu) akan menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Tapi, tak banyak yang menyadari bahaya dan kerugian yang ditimbulkan sampah plastik. Namun, ada pula sebagian sudah ada yang coba menguranginya dengan mendaur ulang plastik bekas dan menggunakannya kembali untuk kegiatan sehari-hari.
Perhatian pemerintah pun belum sedemikian penuh. Hanya semacam wacana tanpa ada realisasi. Padahal sampah plastik sudah menggunung. Menteri Lingkungan Hidup juga tak mampu berbuat apa-apa. Seandainya saja ada tindakan tegas dari pemerintah, maka akan ada sedikit solusi atas permasalahan plastik ini. Mungkin semacam himbauan bagi produsen plastik untuk tidak menggunakan bahan plastik sepenuhnya, atau larangan penggunaan kantong berbahan plastik.
Kita, sebagai salah satu konsumen dan pengguna produk berbahan plastik, mungkin bisa sedikit membantu memberikan andil dalam menjaga lingkungan kita (bagi yang berselera tinggi). Dengan membiasakan hal baik, maka hal itu akan sedikit demi sedikit mampu teratasi. Misalnya saja, membawa plastik sendiri ketika berbelanja, memberikan sampah plastik kepada pemulung untuk di daur ulang, menggunakan botol air minum yang memang diperuntukkan untuk menyimpan air minum dan dapat digunakan berkali-kali (Jangan menggunakan botol air mineral untuk keperluan menyimpan air minum lebih dari dua kali karena penggunaan berkali-kali akan mengikis zat karsinogen yang dapat menyenyebab kanker jika ikut terkonsumsi bersama air) dan jangan membuang sampah plastik di sembarang tempat. Buanglah di tempat sampah khusus untuk bahan sampah anorganik agar bisa dimanfaatkan (daur ulang) kembali.
So, langkah kecil apapun yang kita lakukan akan sangat berarti bagi masa depan bumi. Rise your hand to join us, Combat the Climate Change.***
Solusi yang bisa digunakan masyarakat adalah dengan membakarnya. Tapi tak habis di situ, karbon hasil pembakaran plastik secara tidak sempurna akan mengotori udara dan mengikis lapizan ozon di atmosfir. Selain itu, sisa palstik yang terbakar dapat meracuni tanah. Sampah plastik dapat merusak unsur hara tanah dan mencemari pH air. Tanah hanya mampu menguraikan bahan-bahan yang bersifat organik, sedangkan plastik adalah bahan anorganik sintesis yang sengaja dibuat oleh manusia.
Di beberapa negara maju, isu plastik ini sungguh sangat menyita perhatian pemerintah setempat. Seperti Irlandia yang telah mengganti kantong plastik dengan produk campuran plastik dan kertas (90 persen kertas) untuk berbagai keperluan. Denmark yang memberlakukan pajak tinggi untuk penggunaan plastik dan kertas. Lalu DPR-nya Perancis yang melarang penggunaan tas-tas plastik yang tak bisa terurai. Terakhir, Italia yang juga memberlakukan pelarangan serupa pada tahun 2010. Mereka sudah menggunakan kantong kertas sebagai pengganti plastik dalam setiap kegiatan jual beli.
Indonesia yang juga merupakan konsumen plastik terbesar tak cukup menyadari bahwa sampah dan limbah plastik tak dapat terurai lingkungan. Bahkan bisa awet bertahun-tahun meskipun ditimbun di dalam tanah. Padahal setiap kali kita berbelanja (apapun itu) akan menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Tapi, tak banyak yang menyadari bahaya dan kerugian yang ditimbulkan sampah plastik. Namun, ada pula sebagian sudah ada yang coba menguranginya dengan mendaur ulang plastik bekas dan menggunakannya kembali untuk kegiatan sehari-hari.
Perhatian pemerintah pun belum sedemikian penuh. Hanya semacam wacana tanpa ada realisasi. Padahal sampah plastik sudah menggunung. Menteri Lingkungan Hidup juga tak mampu berbuat apa-apa. Seandainya saja ada tindakan tegas dari pemerintah, maka akan ada sedikit solusi atas permasalahan plastik ini. Mungkin semacam himbauan bagi produsen plastik untuk tidak menggunakan bahan plastik sepenuhnya, atau larangan penggunaan kantong berbahan plastik.
Kita, sebagai salah satu konsumen dan pengguna produk berbahan plastik, mungkin bisa sedikit membantu memberikan andil dalam menjaga lingkungan kita (bagi yang berselera tinggi). Dengan membiasakan hal baik, maka hal itu akan sedikit demi sedikit mampu teratasi. Misalnya saja, membawa plastik sendiri ketika berbelanja, memberikan sampah plastik kepada pemulung untuk di daur ulang, menggunakan botol air minum yang memang diperuntukkan untuk menyimpan air minum dan dapat digunakan berkali-kali (Jangan menggunakan botol air mineral untuk keperluan menyimpan air minum lebih dari dua kali karena penggunaan berkali-kali akan mengikis zat karsinogen yang dapat menyenyebab kanker jika ikut terkonsumsi bersama air) dan jangan membuang sampah plastik di sembarang tempat. Buanglah di tempat sampah khusus untuk bahan sampah anorganik agar bisa dimanfaatkan (daur ulang) kembali.
So, langkah kecil apapun yang kita lakukan akan sangat berarti bagi masa depan bumi. Rise your hand to join us, Combat the Climate Change.***
0 komentar:
Posting Komentar