Minggu, 13 Februari 2011

GSJ News: Perjalanan Green Student Bersama CPI

NURSERY: Rombongan GSJ mengunjungi Nursery, tempat pembibitan pohon yang berada di kawasan Chevron Geothermal Salak.

Perjalanan selama empat hari Green Student Journalists (GSJ) dan Green Student Ambassador (GSA) ke tiga tempat di Jawa Barat (3-6/2), memberikan kekayaan pengalaman yang sayang untuk tidak di share kepada teman-teman GSJ. Gunung Salak dengan kekayaan geothermal (panas bumi) di dalamnya, Suaka Elang Halimun Salak dan pengolahan minyak jelantah di kota Bogor, menjadikan perjalanan ini benar-benar hijau (green journey).
“Beginilah susahnya untuk menemukan sumber energy geothermal (panas bumi) harus melewati lembah dan gunung dengan jalan yang berliku-liku menanjak, atau mengarungi lautan,” ujar Okta Heri Fandi, Humas PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), dalam perjalanan selama lima jam dari Jakarta ke Sukabumi menuju Gunung Salak.
Teguh Budionto, GSA rela menahan kantuknya demi tidak ingin melewati pemandangan hamparan kebun teh di sisi kiri dan kanan jalan menuju camp Chevron Geothermal Salak (CGS). Asrul Rahmawati GSJ seolah tidak ingin lepas dari kamera pocket-nya demi tidak ingin melepaskan moment perjalanan yang hijau tersebut. Ya, mereka berdua merupakan pemenang Lomba Karya Tulis (LKT) Happy Hiking in Chevron (H2C) yang hadiahnya adalah melakukan perjalanan jurnalistik selama empat hari ke Jawa Barat.

GEOTHERMAL : Melihat operasi Geothermal lebih dekat, tampak Nurjana Sinaga sedang menerangkan proses pemisahan uap bersih.

Hari pertama (3/2) diawali dengan mengunjungi PT Chevron Geothermal Salak (CGS). Sampai di kawasan geothermal, rombongan di sambut ramah oleh pihak CGS dari divisi Governmet Relationship Specialist Policy, Government and Public Affair, Bagya Adi Nugraha dan Khairul Fajaruddin dari divisi Health, Environment, and Safety (HES). Khairul menerangkan tentang beberapa standar safety dikawasan geothermal.
Hari kedua,Jumat (4/2), kami menyimak presentasi mengenai perusahaan Pembangkit Listrik tenaga Panasbumi (PLTP) tersebut. Menurut Nurjana Sinaga Production Group leader CGS Panas bumi(geothermal-red) merupakan energi yang terbentuk saat air yang meresap jauh di bawah permukaan bumi dipanaskan oleh magma yang mencair. Cairan panas bumi terjebak didalam susunan bebatuan yang retak dan dapat ditembus, biasanya hingga kedalaman 3000 meter.
“Ketika reservoir di bawah permukaan tanah ditemukan maka di buatlah pengeboran untuk mengambil cairan atau uap yang telah dipanaskan oleh magma,” ujar Bram panggilan akrabnya.
Air yang berasal dari kedalaman 3000 an meter tersebut mempunyai titik didih sampai 320 derajat farenheit atau 170 derajat celcius. “Airnya seperti air laut, berwarna biru dan asin,” lanjut Bram yang mengaku pernah mencicipi cairan tersebut.
Kemudian air tersebut dialirkan kedalam pipa-pipa yang kemudian akan melakukan penyaringan, pemurnian sampai didapatkan uap bersih yang bertekanan dan bisa digunakan untuk memutar turbin yang menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik. Saat ini Chevron Salak dan Darajat telah mampu memasok kebutuhan listrik untuk wilayah Jawa dan Bali. Perlahan geothermal mampu menggantikan ketergantungan PLN terhadap batu bara sebagai salah satu sumber listrik.
Pihak perusahaan mengklaim mampu menghasilkan 636 megawatt energi listrik untuk di pasok ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Ini merupakan gabungan dari dua wilayah operasi kami, (Chevron Geothermal Darajat, dan Salak red),” tambahnya.
Mengingat begitu banyaknya gunung merapi di Indonesia, maka potensi Indonesia sangat tinggi untuk pengembangan geothermal di banding negara-negara lain, selain itu geothermal juga rendah emisi karena gas Karbon Dioksida (CO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S) yang menjadi limbah produksi, konsentrasinya sangat kecil untuk dapat merusak lingkungan atau pencemaran udara. keunggulan lain dari geothermal ini adalah dapat diperbaharui, karena air yang telah dipisahkan dengan uap dapat di injeksikan lagi ke dalam tanah dan kembali ke reservoir sehingga dipanaskan oleh magma dan bisa di sedot lagi, begitu seterusnya.
Selanjutnya GSJ juga dibawa ke nursery (pembibitan). Jenis tanaman yang ada disana merupakan spesies yang ada di TNGHS seperti pohon puspa, saninten, rasamala,dan huru. Bibit-bibit tersebut di manfaatkan oleh CGS untuk mengganti pohon-pohon yang di tebang atau tumbang di kawasan lahan produksi.
“Kadang-kadang bibit tersebut bukan hanya ditanam di kawasan CGS saja tapi juga masuk ke dalam taman nasional, tak jarang bibit disini juga di berikan kepada ma-syarakat atau LSM sebagai bantuan,” ungkap Andre Rinaldi dari divisi HES.
Selain berusaha untuk ramah lingkungan dengan memakai hutan yang hanya 176 hektare dari jumlah 10.000 hektar yang di beri kuasa oleh pemerintah, CGS juga berusaha mengurangi limbah dengan memanfaatkan limbah serpih bor untuk dijadikan lapis jalan dan batako.
Perjalanan GSJ di lanjutkan dengan melihat langsung pengeboran dan pengolahan uap bersih. Disana rombongan GSJ melihat cara kerja tiga pasang turbin dan generator serta pendistribusian tenaga listrik ke beberapa wilayah operasional CGS dan ke PLN.
“Alat-alat yang berada disini lebih banyak yang otomatis, sehingga tidak di butuhkan banyak orang untuk mengaturnya,” ujar Bram yang ikut mendampingi sampai ke lokasi operasional.
Hari ketiga, Sabtu (5/2) pukul 07.00 wib kami mengunjungi Suaka Elang yang terletak di Kampung Loji,kecamatan Cigombong Jawa Barat. Suaka Elang ini termasuk salah satu program CGS dalam CR. Suaka Elang atau Raptor Santuary adalah salah satu upaya pelestarian raptor (burung elang dan kerabatnya) melalui kegiatan penyelamatan satwa raptor, rehabilitasi dan upaya pe-ngembalian raptor ke habitat aslinya.
“Awalnya kami hanya ingin menyelamatkan spesies Elang Jawa saja, karena selain sangat langka, elang jawa juga terkenal dengan bentuknya yang cantik, namun melihat kondisi jenis elang lainnya pun mulai punah, tidak mungkin kan kita harus menunggu cantik dulu, baru diselamatkan,” ujar Gunawan, Direktur Suaka Elang.
Menurut Gunawan selain elang-elang yang endemik ada juga jenis elang yang melakukan imigrasi yaitu Elang Paria. Biasanya mereka bermigrasi dari Siberia ke Jawa melewati Pulau Rupat atau sebaliknya. “Jika Rupat hancur maka kehidupan elang juga akan terancam. Sebab Rupat merupakan pintu gerbang masuknya raptor ini ke Indonesia dari Siberia,” tutur Gu-nawan.
Hari beranjak siang, kami meneruskan perjalanan untuk mengunjungi PT Bumi Energi Equatorial (BEE) di jalan Juanda No 8 Bogor. Menurut penjelasan Shahrial Rasyidi, Kabid Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor, pabrik tersebut bisa menghasilkan 1000 liter biodiesel perhari, namun karena kurangnya bahan baku maka saat ini hanya mampu menghasilkan 400 liter perhari.
Jelantah yang diperoleh dari masyarakat dibeli oleh pihak perusahaan dengan harga 3.000 rupiah per liter.Ada juga beberapa rumah makan, restoran, sekolah, gereja, hotel dan perusahaan yang rutin mengirimkan jelantahnya kesana. “ Hotel Salak dan Chevron yang selalu mengirimkan jelantahnya kesini, dari Chevron biasanya mencapai 400 liter pertahun,” ungkap Usman.(asrul-gsj/new)
“Chevron memang menjadikan pengolahan jelantah ini menjadi salah satu program CR nya, sehingga dengan kontinu kami akan mengirimkan jelantah itu ke BEE,” ujar Bagya yang mengantar rombongan GSJ sampai ke pabrik.
Usai mengunjungi pabrik tersebut, rombongan GSJ menuju Jakarta dan keesokan harinya kembali ke Pekanbaru. “Sampai bertemu di perjalanan selanjutnya,” ujar Okta ketika telah sampai dan akan berpisah di Bandara Sultan Syarif Qasim. Para GSJ menangguk ,berharap dalam hati masing-masing semoga tahun depan melakukan perjalanan bersama lagi.(Asrul-gsj)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province