42 Km dari Kota Pekanbaru menuju Kota Bangkinang, Kabupaten Kampar, sebuah Kampung bernama Alai, di Desa Sei Tarap, Kecamatan Kampar Timur, tengah dilanda abrasi besar-besaran. Luas daratan kampung itupun kini telah berkurang, karena sebagian masuk ke dalam Sungai Kampar.
“Dulunya kampong ini cukup luas. Di sepanjang bantaran sungai selain terdapat rumah penduduk juga ada lahan untuk bermain anak anak. Bermain bola voli di siang hari dan bermain patok lele di petang hari. Bahkan sepanjang sungai berdiri puluhan batang betung (bambu) yang menjadi payung untuk bangku-bangku (sebutan untuk bale-bale) tempat para lelaki duduk di petang petang hari,” tutur H Yasmail Akbar, warga kampung itu, mengenang bagaimana kampungnya dulu sebelum ditelan abrasi.
‘’Semua sudah hilang. Batang betung sudah tumbang. Bukan hanya itu lapangan pun sudah habis dikikis air,’’ tambahnya, Rabu (10/2), sambil menunjuk ke tebing sungai yang sudah dikikis oleh abrasi.
Tak hanya betung dan lapangan tempat bermain saja yang hilang, lanjutnya. Tetapi, rumah warga pun sudah berada di bibir tebing dan hanya menunggu waktu saja untuk ikut masuk ke dalam sungai.
Yasmail bercerita, dulu semasa kecilnya dia selalu menghabiskan sore harinya di pinggiran Sungai Kampar. Duduk sambil bersenda gurau dengan teman-temannya di atas bangku-bangku tersebut sambil menikmati hembusan angin yang menyusup di antara daun betung. Namun itu hanya tinggal kenangan kini.
Abrasi tebing sungai itu telah berlangsung lama. Sedikit demi sedikit tebing-tebing sungai itu terkikis tiap kali air sungai naik. Akibatnya lahan desa itu semakin berkurang.
Abrasi yang terjadi di tebing Sungai Kampar ini juga menggerus tanah yang berada di bawah tebing. Sehingga walaupun dari dataran tampak masih ada dataran namun di bawah tebing itu sudah digerus oleh air.
‘’Seperti tebing ini, sebenarnya di bawah tebing ini sudah habis digerus air dan bolong. Hanya saja karena ada jalan aspal di atasnya makanya masih bertahan namun kalau dibiarkan jalan ini bisa runtuh,‘’ ujarnya sambil menunjuk jalan yang dimaksud.
Dari pantauan Riau Pos di lapangan, memang bagian bawah jalan itu sudah bolong. Padahal tiga meter dari jalan ada rumah warga yang tentu saja akan berbahaya kalau jalan tersebut runtuh.
Yasmail juga bercerita dulunya di bibir sungai ketika lapangan masih ada juga ada beberapa rumah dan warung milik warga yang menjual makanan saat petang tiba. Namun dengan adanya abrasi warga yang mendiami rumah tersebut memilih untuk pindah, karena setiap banjir tiba tebing sungai selalu runtuh. “Kampung ini memang sudah jauh berkurang tidak seluas dulu,” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Kepala Desa Sei Tarab Edison, Kamis (11/2) lalu. Menurutnya, dulunya, di desa ini mempunyai lahan yang luas. Warga juga mempunyai kebun di sepanjang sungai untuk bertanam sayur-sayuran namun semua itu saat ini sudah hilang. ‘’Bisa dikatakan hamper 20 persen, wilayah desa ini sudah hilang di bawah sungai. Dan dari 6 Km desa yang berupa tebing sungai semuanya mengalami abrasi yang parah. Hanya sekitar 2 Km saja yang masih baik itupun terancam akan abrasi juga,‘’ ujarnya.
Pihaknya sudah pernah membuat proposal ke Pemkab Kampar untuk meminta bantuan dam sungai. Tahun 2008 lalu dam tersebut sudah dibangunkan. Hanya saja pembangun dam tersebut sekitar 100 meter saja.
‘’Itupun pembangunannya belum sempurna karena dam tersebut tidak ditimbun karena katanya kekurangan dana,‘’ ujarnya.
Dari Pemkab Kampar sendiri saat dikomfirmasi Riau Pos melalui Kadis PU Ir Azmi MT menyatakan Pemkab Kampar sudah menurunkan anggaran untuk mendam tebing sungai Kampar di Desa Sei Tarab. Namun karena keterbatasan dana dam yang baru dilakukan memang hanya 100 meter. Itupun menimbulkan masalah sendiri karena tebing tersebut sudah digerus air sampai kedalaman yang sangat dalam dan di bawah permukaan daratan. Kontraktor pun mengeluh karena membutuhkan biaya yang lebih besar.
Kondisi abrasi ini menurutnya sangat membahayakan bagi bertahannya daratan diperkirakan kurang dari lima tahun maka perkampungan akan berkurang separuhnya.
Abrasi yang terjadi di Kampar tidak hanya pada Desa Sungai Tarab, Kecamatan Kampar Timur saja. Namun hampir disemua desa yang berada ditebing Sungai Kampar, sungai Subayang dan Sungai Tapung.
‘’Untuk Sungai Kampar saja dari peninjuaan kami beberapa waktu yang lalu hampir 2/3 dari tebing sungai yang ada mengalami abrasi‘’ ujar wakil ketua DPRD Kampar H Syahrul Aidi LC MA kepada Riau Pos di Bangkinang. Panjangnya mencapai ratusan KM. Abrasi ini menurutnya mengurangi banyaknya wilayah desa yang sebelumnya pernah ada.
‘’Untuk mengatasi ini tidak hanya bias dilakukan oleh dana Pemkab Kampar saja. Namun harus mengikutsertakan pihak yang lebih besar seperti APBD Provinsi dan APBN secara nasional,‘’ ujarnya.
Politikus dari PKS ini menyatakan abrasi ini harus menjadi isu nasional sehingga banyak pihak yang ikut membantu. Untuk satu meter dam, dibutuhkan puluhan juta. Sementara tebing sungai yang rusak sudah sangat luas dan panjang. Oleh karena itu jika pembiayaannya hanya dibebankan kepada Kampar saja, menurutnya, tidak akan bisa.
Untuk itu dia berharap Pemkab Kampar bisa membawa persoalan ini ke pemerintah propinsi dan nasional sehingga ada upaya penyelamatan. ‘’Kita harus menjemput bola untuk bias menyelamatkan kondisi ini,‘’ ujarnya.
Galian C Perparah Abrasi
Selain itu, berdasarkan pantauan Riau Pos di lapangan. penyebab abrasi di kampung itu juga adalah aktivitas galian C ilegal. Para pengusaha galian C mengeruk sungai dan kerikil yang ada disungai tersebut dengan menggunakan mesin hisap yang mampu mengeruk batu dan kerikil hingga ke dasar sungai. Bahkan pipa penyedot kerikil tersebut panjangnya mencapai 40 meter bahkan 70 meter. Sehingga walaupun pompong pembawa mesin berada ditengah sungai namun pipa menjangkau tebing sungai dan akhirnya tebingpun tergerus.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kampar Ir Jalinus saat dikomfirmasi Riau Pos menyatakan dari hampir 80 pengusaha galian C di sungai Kampar hampir semuanya tidak mempunyai izin. Pihaknya sudah berulang kali memperingatkan. ‘’Namun peringatan itu tidak digubris bahkan kita malah tidak dianggap apa apa,‘’ujarnya.
Tanami Kembali Bambu
Adanya abrasi ini disebabkan juga karena adanya kerusakan lingkungan. Wahyudi, sekretaris Yayasan Pelopor kepada Riau Pos menyatakan, adanya abrasi ini selain faktor alam juga disebabkan karena kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah banyaknya penebangan pohon di sepanjang Sungai Kampar.
‘’Bambu atau betung yang dulu menahan tebing juga sudah banyak ditebang,‘’ ujarnya.
Yudi menyatakan saaat ini semua pihak harus kembali turun bersama-sama menanam bantaran sungai. Menurutnya kalau diharapkan kemampuan pemerintah untuk membangun turap, maka akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
‘’Kalau perlu setiap desa menanam kembali bambu betung itu dan menjaganya sampai besar sehingga tebing sungai dapat diselamatkan,‘’ujarnya.
Yudi juga mengharapkan adanya political will dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini. Salah satunya dengan membuat Perda atau aturan khusus untuk menyelamatkan tebing sungai sehingga mereka yang merusak lingkungan akan mendapatkan sanksi tegas.
Semoga Pemkab Kampar cepat bertindak dan bisa mengatasi ketidakberdayaannya dalam menghentikan aktivitas galian C ilegal. Tentu juga segera pula merehabilitasi bantaran sungai dengan penghijauan. Agar kampung-kampung yang berada di tepian Sungai Kampar itu tidak hilang masuk ke dalam sungai.(ndi).
0 komentar:
Posting Komentar