Minggu, 27 Maret 2011

Combat Climate Change (3C) - Redha Alfian: Mulai Sadarkan Diri

Foto: Redha Alfian
 
KITAterkadang memperhatikan sesuatu yang dapat meresahkan hati, walaupun hanya terbersit suatu anggapan yang buruk. Setidaknya itu sudah menyadarkan kita tentang hal-hal yang kita anggap negatif. Contoh yang paling sederhana adalah ketika kita membuang sampah. Akankah diri kita resah ketika orang lain membuang sampah seenaknya? Atau kita berpikiran bahwa orang lain akan resah ketika kita membuang sampah sembarangan?
Keresahan hati akan timbul ketika tidak terbiasa melakukan sesuatu. Bayangkan jika seorang guru tidak terbiasa mengajar, tentu ia akan canggung. Bahkan ragu untuk hanya berbicara kepada murid-muridnya. Melakukan sesuatu hanya memerlukan sedikit kemampuan, sementara yang terpenting adalah keinginan. Setelah keinginan ada, cepat atau lambat kemampuan akan datang seiring dengan kebiasaan kita melakukan hal tersebut.
Adakah kita menyadarkan diri, untuk sekedar membuang sampah pada tempatnya. Melihat fenomena pada saat sekarang ini, kebanyakan dari kita hanya sadar bahwa membuang sampah pada tempatnya itu baik. Tetapi tidak memiliki kesadaran untuk melakukan kegiatan membuang sampah pada tempatnya.
Mungkin hal yang paling ikhlas kita lakukan adalah membuang sampah. Sederhana, dan tidak perlu pikir panjang untuk melakukannya. Sayangnya, kita lebih ikhlas membuang sampah tidak pada tempatnya. Setelah manfaatnya kita dapatkan, sampahnya seenaknya saja dibuang di sembarang tempat.
Bukan hanya masalah ikhlas saja. Tetapi, kita selalu mencari alasan-alasan untuk memaafkan diri. Sehingga kita malas membuang sampah pada tempatnya, mulai dari alasan tong sampah tidak adalah, hanya bungkus permenlah, atau tidak ada yang melihatlah, dan lain-lain. Besar atau kecilnya sesuatu yang kita buang, tentu akan memberikan efek terhadap keadaan bumi kita.
Pikirkan lebih dalam, ketika kita melihat petugas kebersihan. Kita selalu berpikiran tentang stratifikasi yang rendah terhadap mereka. Padahal yang mereka kerjakan adalah untuk menjaga bumi kita dengan cara membersihkan sampah. Bahkan pekerjaan mereka lebih mulia dari apa yang kita kerjakan. Atau mungkin membuang sampah pada tempatnya kita anggap sebagai  kegiatan yang tidak bernilai sosial, sehingga kita mudah membuangnya dimana saja.
Coba kita lihat di persimpangan jalan atau gang, banyak imbauan agar tidak membuang sampah disitu. Seolah pinggir jalan tersebut adalah tempat persinggahan sebelum petugas sampah mengangkutnya. Seandainya saja petugas kebersihan berhalangan tiba, apa yang akan terjadi? Sampah akan menumpuk, busuk, atau kita akan mengumpat bahwa petugas sampah tidak menjalankan tugasnya. Fenomena ini dapat menunjukan bahwa masih banyak orang-orang yang kurang memahami tanggung jawab masing-masing.
Mari kita sadarkan diri. Tentunya mulai dari diri kita sendiri. Melihat sampah yang berserakan akan mengurangi nilai estetika lingkungan.  kemudian hilang pula kenyamanan kita. Sebenarnya membuang sampah pada tempatnya tidak memerlukan imbauan atau papan anjuran yang besar, hanya perlu kesadaran untuk menghimbau diri sendiri.
Kapan kita akan sadar, menunggu orang lain sadar, atau berharap kita sadar dengan sendirinya. Papan imbauan tidak akan bosan untuk mengingatkan meskipun sampah telah menggunung. Atau mungkin kita akan sadar setelah sampah menghuni saluran air dan menciptakan banjir, atau ketika sampah telah berbau sangat busuk, dan atau setelah ada perlombaan kebersihan antar daerah.
Jadi untuk apa kita membuang sampah? Agar tidak banjir, tidak bau, dan atau hanya sekedar mendapat penghargaan. Mari buang sampah pada tempatnya, untuk bumi kita, untuk kita, dan tuntuk masa depan kita.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province