Lahir Dimulut Ayahnya
TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS
MENGELUARKAN: Petugas di penangkaran arwana tampak mengeluarkan anak-anak arwana yang terdapat di mulut induk jantan.
Ternyata ikan arwana tidak saja menarik karena sisiknya yang indah dan kisah keberuntungan. Tetapi juga kisah perkembangbiakannya. Janin mereka tidak berkembang di induk betina, tetapi di mulut ayahnya (induk jantan). MENGELUARKAN: Petugas di penangkaran arwana tampak mengeluarkan anak-anak arwana yang terdapat di mulut induk jantan.
Laporan Andi Noviriyanti, Muarafajar Andinoviriyanti@riaupos.com
Pertengahan Maret, sekitar pukul 09.00 WIB di dalam areal penangkaran ikan arwana milik PT Salmah Arowana Lestari, Kelurahan Muarafajar, Kecamatan Rumbai. Dari kejauhan terlihat bentangan kolam-kolam ikan yang tersusun rapi. Di antara kolam-kolam yang banyak itu, terlihat di sebuah kolam banyak pria. Mereka seperti tengah mengerubungi sesuatu.
Ternyata pria-pria itu sedang asyik menangkapi ikan-ikan arwana di kolam itu untuk dipasangkan chip. Ikan yang sudah terkurung di jaring ditangkapi satu-satu. Lalu di masukkan ke dalam plastik agar tak liar bergerak. Kemudian salah seorang dari mereka menyuntikkan chip. Chip itu ukurannya kecil sekali. Lebih kecil dan pipih dari butiran beras.
“Ikan-ikan ini sengaja kita pasang chip. Sudah peraturan pemerintah bahwa setiap indukan arwana harus memiliki chip. Sekaligus ini untuk mengetahui asal anak-anak ikan arwana yang diekspor,” ujar Anuar Salmah alias Amo, pemilik penangkaran tersebut sembari mencatat nomor yang tertera di alat sensor yang di sapukan ke ikan yang sudah dipasangkan chip.
Nomor-nomor yang tertera pada alat sensor itu, merupakan nomor chip. Chip seharga sekitar 2 dolar singapura itu, merupakan hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap penangkar arwana. Pasalnya ikan arwana sejak pertengahan 1975 termasuk dalam daftar Appendiks CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna). Pemerintah Indonesia pun telah melindunginya lewat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Konservasi dan Satwa Liar.
Dengan dasar itulah, untuk memastikan ikan arwana adalah hasil penangkaran dan bukan dari alam, setiap arwana memiliki chip yang berisi nomor-nomor. “Dengan adanya chip tersebut, maka ikan-ikan itu dapat diketahui asal usulnya. Chip itu juga akan tahan di tubuhnya. Tidak mungkin bisa dikeluarkan,” papar pria yang telah memulai usaha penangkaran arwana sejak tahun 1987 ini.
Pagi itu, selain memasangi chip, ternyata ada aktivitas menarik lain yang mereka lakukan. Pagi itu, mereka mengeluarkan anak-anak arwana dari dalam mulut induk jantannya. Anak-anak arwana yang jumlahnya puluhan ekor (sampai di atas 40 ekor) seperti terlahir saja dari mulut ayahnya.
Perkembangbiakan arwana memang sangat berbeda dari ikan-ikan lain kebanyakan. Prosesnya, menurut Amo, saat induk betina mengeluarkan telur-telur ikan, induk jantan langsung menyimpannya ke dalam mulutnya. Telur-telur itu seperti mengeram di mulut ayahnya sampai sekitar 40 hari.
Lalu bagaimana anak-anak arwana makan dan bagaimana cara induk jantannya makan? Amo menyebutkan anak-anak ikan itu hidup di dalam mulut ayahnya dengan sumber makanan dari bola-bola kuning (semacam plasenta pada bayi). Sementara ayahnya berpuasa.
Namun Husian (54), salah seorang teman Amo, yang dulu mantan karyawan Amo, menyebutkan, ia pernah melihat di kolam ada anak-anak arwana. Namun sebentar saja. “Sepertinya kalau induknya mau makan, mereka dikeluarkan dulu, terus mereka simpan lagi di dalam mulutnya jika sudah selesai makan,” ujarnya.
Anak-anak arwana yang keluar dari mulut ayahnya tadilah yang kemudian di bawa ke tempat pembiakan lanjutan. Perawatan mereka seperti halnya bayi tabung. Mereka di masukkan ke dalam aquarium kecil yang kemudian diisi dengan keranjang kecil. Anak-anak arwana yang kecil itu kemudian dipelihara di tempat itu. Lengkap dengan aliran oksigen di dalam tabung tersebut.
Seiring dengan makin membesarnya tubuh ikan arwana, maka bola-bola kuning tadi juga menghilang. Seperti masuk kembali ke dalam tubuh ikan. Bila ukurannya sudah sekitar 5-6 cm dan sudah bisa berenang bebas, mereka dimasukkan ke aquarium lain. Dari aquarium itulah, bila ukurannya sudah agak besar, sekitar 10-15 cm maka sudah bisa diekspor.
Tidak semua anak-anak arwana, mereka manfaatkan untuk di ekspor. Dari puluhan anak ikan arwana dalam satu induk, mereka mengambil satu atau dua anakan yang paling baik kualitasnya untuk dijadikan indukan. Untuk anak-anak arwana yang dipilih menjadi induk mereka pindahkan ke bak. Di dalam bak yang berair jernih dan selalu dijaga kadar PHnya dan tidak boleh tercemar itu anak-anak arwana itu dibesarkan. Hingga besarnya mencapai 30 cm, atau berumur 1 tahun 3 bulan (15 bulan).
Setelah itu, ikan-ikan tersebut dipindahkan lagi ke kolam tanah, tempat mereka beradaptasi. Kolam ini terletak tak jauh dari bak tadi dan dipagari di bagian bawah maupun di atas.
“Ikan-ikan ini kan terbiasa hidup di air jernih, sehingga begitu masuk kolam tanah, mereka merasa gelap dan selalu memunculkan diri di permukaan. Kalau kita langsung lepas mereka di kolam yang tidak dipagari seperti ini, mereka biasa langsung di mangsa. Misalnya oleh burung hantu,” jelas Amo.
Jika sudah mampu beradaptasi dan tidak muncul lagi permukaan, sekitar 2 tahun, maka mereka baru dilepas ke kolam luar. Arwana hasil penangkaran di perusahaan itu, mampu menghasilkan anakan pada usia 3,5 tahun. Biasanya arwana baru bisa memiliki anakan pada usia 4-5 tahunan.
Mengenai ikan apa yang dikembangkan di kolam itu, Amo menyebutkan bahwa mereka mengembangkan golden red. Ikan arwana jenis itu menurutnya ikan arwana asli Riau. “Jika ekornya kuning, berarti ia berasal dari daerah sekitar kampar, seperti dari sungai Tesso, Kampar, dan Nilo. Tetapi jika ekornya merah, itu berasal dari Pujud, Tanjungmedang dan Mahato,” jelas Amo.
Ikan arwana asli Riau tersebutlah yang ditangkarkan Amo dan menjadi salah satu komoditi ekspor dari Riau. Setiap bulannya, dari areal Hak Guna Usaha mereka seluas 126 hektare dengan jumlah kolam induk 230 buah dan jumlah induk 13.000, perusahaan ini bisa menghasilkan sekitar seribuan anakan yang bisa diekspor. Misalnya Februari lalu, mereka mengekspor 1200 arwana, sementara Maret ini jalan 800-an.
Arwana itu, biasanya, mereka ekspor umumnya ke Malaysia (Batupahat) dan Cina (Siamen). Di Malaysia ikan seukuran 10-15 cm itu perekornya dihargai 250 dolar Singapura, sementara di Cina 200 dolar Amerika. Namun untuk kualitas yang bagus, biasanya harganya bisa naik lagi. Mereka menjual 325 dolar Singapura.
“Harga ini sudah turun, dulu sampai 400 dolar Singapura,” imbuhnya.
Menurunnya harga arwana di pasaran, menurutnya, karena adanya penangkaran liar dengan produksi rendah dan kualitas rendah serta nilai jual yang rendah pula. Di tambah lagi, saat ini mereka menghadapi pesaing dari Malaysia yang mampu mengembangkan penangkaran ikan arwana hingga 8.000 hektare.
“Kondisi ini seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah Indonesia. Agar usaha penangkaran arwana di Indonesia tetap eksis dan tidak kalah saing dengan Malaysia dan usaha penangkaran arwana dapat menjadi salah satu komoditas ekspor andalan,” harap Amo.
Ia menjelaskan perhatian yang mereka harapkan adalah pembinaan untuk bisa bersaing dengan kompetitor dari Malaysia. Sekaligus juga kenyamanan mereka dalam berusaha. Terutama dari keberadaan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang kerap mengganggu mereka.***
0 komentar:
Posting Komentar