Tugas Bersama
Kehancuran ekosistem yang mengganggu keseimbangan alam sejauh ini nyaris hanya menjadi perhatian para aktivis lingkungan saja, selain para aparat terkait. Para generasi mudapun terutama pelajar seperti tidak peduli dengan semua permasalahan yang tengah dihadapi oleh lingkungan ini. Tak jarang mereka menertawakan teman-teman sebaya mereka yang memiliki kepedulian lebih kepada lingkungan. Membuang sampah pada tempatnya seperti bodoh bagi mereka, atau bahasa anak-anak sekarang culun.
Ditambah lagi Masyarakat seperti tak terlalu berkepentingan dan merasa tak terhubung dengan isu-isu lingkungan. Isu lingkungan oleh masyarakat dipersepsikan sebagai sesuatu yang hanya terkait dengan penebangan liar atau konservasi hutan, dan jauh dari kehidupan sehari-hari yang mereka jalani. Padahal kehidupan keluarga, di sekolah dan bermasyarakat merupakan warna yang akan menggoreskan karakter pada anak-anak didik. Selain itu sekolah juga menjadi salah satu sumber penghasil sampah terbesar. Perhatikanlah seberapa banyak siswa-siswi membuang sampah plastik jajanan mereka, mulai dari yang terkecil, bungkus permen misalnya. Hingga yang besar seperti kemasan air mineral. Dan seberapa banyak dari mereka yang sadar untuk membuang sampah-sampah tersebut ke tempatnya.
Kendatipun begitu, tak layak jika siswa-siswi disalahkan secara sepihak, sebab tidak ada yang perlu disalahkan disini. Sikap atau prilaku yang mereka lakukan, bukanlah produk sekolah semata, namun ini juga bagian dari didikan keluarga dan lingkungan pergaulan mereka. Kondisi di keluarga yang cuek terhadap kebersihan pribadi di rumah, masyarakat yang hanya mengganggap bahwa masalah lingkungan adalah masalah pemerintah serta sekolah yang tidak menanggapi isu terbaru persoalan lingkungan hidup, telah menimbulkan apatisme sendiri terhadap diri siswa untuk turut aktif mencintai lingkungan mereka secara nyata. Bukan hanya ikut-ikutan dan slogan di dinding sekolah semata.
Oleh karena itu tiga warna yang memberikan karakter kepada generasi muda ini perlu disinergikan. Agar tumbuh generasi muda yang tidak memiliki keimanan untuk melindungi dan menjaga lingkungannya dengan tulus. Bukan hanya ketika di sekolah namun juga tengah berada di keluarga, maupun tengah bergaul dengan masyarakat.
Beberapa sinergi yang mungkin bisa kita lakukan secara bersama adalah dengan bersama-sama mendaur ulang sampah. Sekolah memiliki mata pelajaran kesenian yang mengajarkan siswa-siswi keterampilan kreatif membuat handicraft atau kerajinan tangan. Cobalah ajarkan para siswa cara membuat kerajinan tangan dari limbah rumah tangga. Misalnya dengan membuat bunga, gorden pintu dan hiasan lainnya dari gelas plastik bekas minuman kemasan. Namun dengan syarat limbah rumah tangga tersebut harus diambil dari rumah masing-masing siswa. Kemudian setelah hal ini terselenggara dengan baik, kerajinan tangan yang telah dibuat, di pamerkan atau dipromosikan kepada masyarakat umum melalui kegiatan-kegiatan sekolah. Sehingga masyarakat juga berminat dan mengetahui bahwa salah satu persoalan yang paling dekat dengan mereka yaitu sampah, telah teratasi oleh para siswa tersebut.
Itu merupakan satu langkah kecil dan biasa. Sebab hampir setiap sekolah memiliki program sendiri tentang etika berlingkungan lebih dari satu bidang mata pelajaran saja.***
Ditambah lagi Masyarakat seperti tak terlalu berkepentingan dan merasa tak terhubung dengan isu-isu lingkungan. Isu lingkungan oleh masyarakat dipersepsikan sebagai sesuatu yang hanya terkait dengan penebangan liar atau konservasi hutan, dan jauh dari kehidupan sehari-hari yang mereka jalani. Padahal kehidupan keluarga, di sekolah dan bermasyarakat merupakan warna yang akan menggoreskan karakter pada anak-anak didik. Selain itu sekolah juga menjadi salah satu sumber penghasil sampah terbesar. Perhatikanlah seberapa banyak siswa-siswi membuang sampah plastik jajanan mereka, mulai dari yang terkecil, bungkus permen misalnya. Hingga yang besar seperti kemasan air mineral. Dan seberapa banyak dari mereka yang sadar untuk membuang sampah-sampah tersebut ke tempatnya.
Kendatipun begitu, tak layak jika siswa-siswi disalahkan secara sepihak, sebab tidak ada yang perlu disalahkan disini. Sikap atau prilaku yang mereka lakukan, bukanlah produk sekolah semata, namun ini juga bagian dari didikan keluarga dan lingkungan pergaulan mereka. Kondisi di keluarga yang cuek terhadap kebersihan pribadi di rumah, masyarakat yang hanya mengganggap bahwa masalah lingkungan adalah masalah pemerintah serta sekolah yang tidak menanggapi isu terbaru persoalan lingkungan hidup, telah menimbulkan apatisme sendiri terhadap diri siswa untuk turut aktif mencintai lingkungan mereka secara nyata. Bukan hanya ikut-ikutan dan slogan di dinding sekolah semata.
Oleh karena itu tiga warna yang memberikan karakter kepada generasi muda ini perlu disinergikan. Agar tumbuh generasi muda yang tidak memiliki keimanan untuk melindungi dan menjaga lingkungannya dengan tulus. Bukan hanya ketika di sekolah namun juga tengah berada di keluarga, maupun tengah bergaul dengan masyarakat.
Beberapa sinergi yang mungkin bisa kita lakukan secara bersama adalah dengan bersama-sama mendaur ulang sampah. Sekolah memiliki mata pelajaran kesenian yang mengajarkan siswa-siswi keterampilan kreatif membuat handicraft atau kerajinan tangan. Cobalah ajarkan para siswa cara membuat kerajinan tangan dari limbah rumah tangga. Misalnya dengan membuat bunga, gorden pintu dan hiasan lainnya dari gelas plastik bekas minuman kemasan. Namun dengan syarat limbah rumah tangga tersebut harus diambil dari rumah masing-masing siswa. Kemudian setelah hal ini terselenggara dengan baik, kerajinan tangan yang telah dibuat, di pamerkan atau dipromosikan kepada masyarakat umum melalui kegiatan-kegiatan sekolah. Sehingga masyarakat juga berminat dan mengetahui bahwa salah satu persoalan yang paling dekat dengan mereka yaitu sampah, telah teratasi oleh para siswa tersebut.
Itu merupakan satu langkah kecil dan biasa. Sebab hampir setiap sekolah memiliki program sendiri tentang etika berlingkungan lebih dari satu bidang mata pelajaran saja.***
Kiriman:
Elpisno
Guru SMA PGRI Pekanbaru