Yuyun Ismawati
Bali Fokus Berantas
Sampah Bali
Bali memang terkenal dengan keindahan alamnya. Ini jugalah
yang mengundang banyak wisatawan baik domestik maupun dari luar negeri untuk
mencecap indahnya Bali. Tapi, ada masalah utama yang paling penting dibalik
keindahan panorama alam bali. Sampah, ya setiap wisatawan yang mendatangi dan
kemudian meninggalkan Bali akan meninggalkan rata-rata lima kilogram sampah per
orangnya. Sungguh ironis memang. Inilah yang mengetuk pintu hati insinyur
lingkungan hidup Indonesia ini. Dialah Yuyun Ismawati.
Masa kecilnya sebagai seorang anak
tentara amatlah disiplin. Sejak menikah ia hidup berpindah-pindah. Setelah
menjadi konsultan air bersih di Bandung. Ia lalu pindah ke Jakarta dan menjadi konsultan
lingkungan di Amdal (Analisa Dampak Lingkungan). Lalu karena tak puas ia pun putar
haluan lagi menjadi dosen Trisakti.
Akhirnya jalan hidupnya pun
mengantarnya ke Bali pada tahun 1996 ketika mengikuti suaminya yang seorang
arsitek dan mendapatkan proyek di sana. Lalu, pada mulanya ia ingin menjadi
relawan di Yayasan Wisnu, sebuah LSM lingkungan di Bali. Namun, karena dianggap
sangat berkualitas ia pun diangkat menjadi direktur untuk mengembangkan yayasan
tersebut. Bahkan,
hanya ada dana 250 ribu di rekening dua orang staf ketika itu.
Sampah yang pertama kali mengusik hatinya ketika
sampai di Bali. Karena itulah ia pun ingin berfokus untuk menanggulangi sampah.
Dan bersama empat orang temannya mendirikan LSM sendiri pada Juni 2000 yang
diberi nama Bali Fokus.
Menurutnya masalah sampah itu sustainable
business, karena selama orang masih berkutat dengan sampah, maka bisnis
akan terus berjalan. Perjuangannya cukup berat karena harus menjelaskan kepada
masyarakat dan ketika itu belum ada seorang pun yang peduli terhadap sampah.
Namun, perjuangannya kembali mendapatkan
cobaan pada akhir tahun 2007. Ia bersama dua kawannya dari US, India dan
Filipina, ditangkap polisi Bandung dan ditahan selama 24 jam atas aktivitasnya.
Ketika itu ia menolak dibangunnya pembangkit listrik tenaga sampah yang hanya
berjarak 200 meter dari permukiman yang ditengarai memiliki dampak negatif bagi
kesehatan dan lingkungan. Bahkan untuk itu ketiga kawannya dideportasi. Tapi,
ia tetap tidak kapok dan masih terus berjuang untuk menyuarakan berbagai hal
yang mengancam kesehatan manusia dan juga efek dari rumah kaca.
Namun, semua perjuangannya itu berbuah manis. Ia menjadi salah satu
dari Heroes of Environtment 2009 versi majalah Time. Tak hanya itu saja,
penghargaan bergengsi dalam bidang lingkungan pun disabetnya, yakni The
Goldman Environmental Prize juga pada tahun yang sama. Itulah Yuyun
Ismawati, meski banyak rintangan yang dihadapinya bahkan menjadi single parent
karena berpisah dengan suaminya pada tahun 2003 tak membuatnya patah arang
untuk tetap bersemangat menjaga lingkungan.
(afra-gsj/int/new)
"Sampah
adalah persoalan nyata yang dialami oleh setiap manusia”
Yuyun Ismawati
0 komentar:
Posting Komentar