Pikir Ulang (Rethink)
Bicara soal sampah, saya ingat dengan film Wall-E. film ini
bercerita tentang robot pintar dengna setting tahun 2110, yang tugasnya
mengumpulkan sampah lalu diolah menjadi sebuah bentuk kubus dan
menjadikannya bertumpuk tumpuk menyerupai gedung gedung. Wall-E satu-satunya
robot sampah yang masih ada di bumi, sementara manusia meninggalkan bumi dan
melakukan perjalanan dengan pesawat canggih luar angkasa mengelilingi
antariksa. Sesekali manusia akan mengirimkan robot pencari tumbuhan ke bumi
untuk memastikan sudah bolehkan manusia pulang kembali ke planet mereka.
Dalam film tersebut
ditunjukkan bahwa mulai tahun 2110 keadaan lingkungan di bumi sudah semakin
parah dan tak mungkin lagi bisa ditinggali oleh manusia karena racun yang
dikeluarkan oleh sampah-sampah tersebut. Dari tahun 2011 menuju 2110 itu
berarti hampir satu abad lagi. Masih lama kah? Atau malah terlalu cepat?
Mau cepat atau lambat pun, serta terlepas dari prediksi tentang keadaan bumi di
masa depan, sampah sudah menjadi masalah yang sulit untuk ditanggulangi.
Benarkan kan?
Jawablah dengan nurani dan logika kita.
Membersihkan lingkungan
dari sampah tidak bisa secara instant, karena ini menyangkut pola pikir
dan mindset seseorang. Misalnya saja masyarakat Jepang. Dalam masyarakat
negeri matahari terbit tersebut tertanam nilai-nilai moral yang disebut rasa
malu. Malu jika membuang sampah sembarangan. Terbalik dengan Negara Indonesia (saya, minta maaf untuk Indonesia
dengan contoh ini), teman-teman saya sering menertawakan saya sebagai orang
yang terlalu patuh aturan hanya karena saya membuang sampah pada tempatnya. Apa
yang salah dengan itu? Pola pikir, itu jawabnya.
Jepang merupakan
negara maju, namun bukan hanya itu yang
menyebabkan perbedaan dalam menanggulangi sampah. Namun bila harus diuraikan
maka tidak akan ada habisnya, karena selain faktor perbedaan lingkungan dan
teknologi, faktor kebiasaan masyarakat suatu negara pun sangat mempengaruhi
pengelolaan sampah yang ada. Tidak
akan ada habisnya bila harus membicarakan faktor faktor yang mempengaruhi
pengelolaan sampah. Selain karena begitu banyak faktor yang ada, terlebih lagi
hampir semua faktor terikat bagai sebuah mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain.
Faktor lain yang kita tahu dengan
penambahan jumlah sampah adalah peningkatan teknologi. Semakin berkembangnya
teknologi maka semakin banyak pula barang-barang baru yang dihasilkan. Nah, dari sini masalah yang besar
mulai muncul, bila merujuk kepada film Wall-E, maka akan kita lihat bahwa
sampah yang bertebaran itu hampir seluruhnya merupakan barang elektronik. Maka,
bila penanganan mengenai sampah barang elektronik ini akan menjadi rumit untuk
dilakukan oleh orang orang khususnya di lingkungan rumah tangga. Terlebih jika
kita mengaitkan dengan aspek semakin
berkurangnya lahan kosong dan hijau karena pembangunan terlalu gencar terjadi
tanpa memperdulikan dampaknya terhadap lingkungan. Meskipun Negara berkembang,
Indonesia tidak luput dari persoalan ini, lihatlah berapa banyak impor
barang-barang elektronik ke negara ini? Hal itu berarti sampah baru.
Jika sudah begini,
lalu bagaimana seharusnya pengelolaan sampah yang sebaiknya dilakukan ?
keadaanya maka program terbaik yang dapat dilakukan ialah melaksanakan 5R (reuse,
recycling reduce, rethink and replace). Nah, rethink, atau berpikir
ulanglah yang ingin saya tekankan di sini. Pikir ulang untuk membuang sampah
tidak pada tempatnya. Apakah kita akan malu dengan ejekan orang yang memiliki mindset
kuno atau peduli dengan masa depan bumi yang lebih modern namun juga
lebih bersih?***
kiriman
Azwarly Hanif
Mahasiswa
Teknik Informatika
UMRI
Pekanbaru
0 komentar:
Posting Komentar