PENYAMBUTAN tahun baru 2013 tidak selalu diidentikan dengan kemeriahan suasana kota. Salah satunya adalah dengan merehabilitasi dan mengkonservasi terumbu karang di pulau Kasiak, Pariaman Sumatera Barat. Inilah yang dilakukan kelompok mahasiswa pecinta olahraga selam yang tergabung dalam Marine Science Diving Club (MSDC) dari Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, mewujudkannya dengan cara melakukan transplantasi terumbu karang.
Pulau Kasiak merupakan salah satu pulau yang terletak di bagian utara kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Pulau yang memiliki luas sekitar 1,5 hekater tersebut memiliki potensi terumbu karang yang lebih baik dibandingkan beberapa pulau lainnya yang terdapat di kota Pariaman. Selain itu, pulau yang tidak berpenghuni tersebut memiliki intensitas aktivitas warga masyarakat yang tergolong jarang, sehingga kesempatan untuk merehabillitasi terumbu karang yang rusak baik akibat hantaman ombak maupun perbuatan manusia akan lebih mudah direalisasikan.
Rombongan MSDC yang berangkat menuju pulau Kasiak dibagi dalam dua tim. Tim pertama merupakan peserta sertifikasi yang telah lebih dulu berangkat menuju lokasi, Rabu (26/12). Sementara tim kedua, tim yang beranggotakan peserta planula dan peserta umum yang berasal dari beberapa universitas dan fakultas yang berbeda, berangkat Sabtu (29/12) malam 20.24 WIB.
“Peserta Planula merupakan calon anggota MSDC. Istilah planula sendiri berasal dari istilah bibit terumbu karang. Sementara peserta umum berasal dari beberapa universitas, yaitu dari Universitas Islam Riau (UIR) dan Akademi Kebidanan Payung Negeri,” jelas Jefri Affandi anggota MSDC disela-sela perjalanan menuju pulau Kasiak.
Kegiatan ini juga dihadiri tamu undangan dari Satuan Brimob, Brigadir Sujarna SPd dan H Yusman Hakim dari Karang Taruna Kota Pekanbaru. Perjalanan menuju pulau Kasiak sendiri membutuhkan total waktu sekitar semalaman melalui jalur darat dengan menggunakan bus. Perjalanan darat berakhir di pelabuhan Muara Gandoriah Kota Pariaman, dan selanjutnya peserta harus menyeberangi laut selama kurang lebih setengah jam.
Setibanya di pulau Kasiak, Ahad (30/12), sambutan hangat dari para penyelam muda MSDC sangat terasa. “Selamat datang di pulau Kasiak,” sambut Surya Asri Simbolon, Sekretaris Umum MSDC. Bersama Surya, setelah mengemasi barang-barang dari atas kapal pompong, kami diajak mengelilingi pulau sekaligus memperkenalkan seluruh anggota MSDC lainnya yang tengah sibuk mempersiapkan alat selamnya.
"Meskipun telah disertifikasi sebagai penyelam yang memiliki sertifikat level A1, saya sangat berharap agar adik-adik dapat terus menjalankan cita-cita MSDC dan tidak berhenti di tengah jalan. Setidaknya, kedepannya diharapkan anggota yang telah tersertifikasi dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan MSDC serta menjadi panutan kepada anggota MSDC yang masih berada di level dasar,” pesan Harry Pranata yang merupakan salah satu tokoh pendiri MSDC dalam pertemuan itu.
Anggota yang ikut di lakukan penyematan pin sertifikasi dilakukan oleh H Yusman Hakim. Rona kekeluargaan yang diciptakan MSDC lebih terasa ketika acara makan siang berlangsung. Acara makan siang dengan menggunakan metode “dayung sampan” menjadi makan siang yang sangat unik.
Sebagai gambaran, metode makan “dayung sampan” ini merupakan susunan nasi beserta lauk pauknya yang disusun memanjang hingga beberapa meter dan hanya beralaskan kertas nasi tanpa peralatan makan lainnya. Dalam situasi ini seluruh panitia, senior maupun junior MSDC dan peserta umum bergabung menjadi satu demi memperkuat kebersamaan dan persatuan.
Tata cara yang sangat unik dalam menjaga kebersamaan bahkan ketika MSDC masih bernama Bala Selam Malaka (BSM). Rahmat Ramadhan SPi, alumni Ilmu Kelautan Universitas Riau yang merupakan salah satu tokoh pendiri BSM sedikit mengular sejarah berdirinya MSDC secara singkat. Pada awalnya MSDC adalah Bala Selam Malaka. Kemudian BSM diganti lagi menjadi Marine Diving Club (MDC). Namun karena terkendala kesamaan nama dengan club diving dari universitas lain, maka namannya pun kembali diganti dan ditetapkan menjadi Marine Science Diving Club.
Rahmat juga menjelaskan, bahwa kegiatan transplantasi terumbu karang yang diadakan di pulau Kasiak ini berawal dari harapannya untuk menjadikan pulau Kasiak sebagai laboratorium terumbu karang yang nantinya dapat dipergunakan mahasiswa maupun peneliti untuk mempelajari terumbu karang yang terdapat di sekitar pulau Kasiak tersebut. "Atas dasar ide ini, saya telah mencoba menjalin komunikasi secara informal bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pariaman, Ir Yanrileza MM. Beliau cukup antusias dengan ide ini, terutama status pulau Kasiak yang berada di zona inti kawasan konservasi kota Pariaman,” ujarnya menambahkan.
Transplantasi karang diawali dengan proses substrat dan meja substrat atau media yang berfungsi sebagai wadah bibit terumbu karang yang akan di tanam. “Setelah meja substrat selesai dirangkai, selanjutnya direndam selama kurang lebih setengah hari agar pengaruh bau semen dari subtrat hilang dan tidak mempengaruhi pertumbuhan karang,” tutur Mario saat memberikan materi transplantasi karang.
Selain itu, hal penting yang perlu diperhatikan adalah saat mengikat bibit karang pada substrat, bibit karang tidak boleh jauh dari air laut. Lamanya karang berada di luar air laut dapat menyebabkan bleaching atau pemutihan yang berakibat pada kematian karang. “Pertumbuhan karang hanya 1-2 cm per tahun, namun jika kondisi lingkungan memungkinkan, pertumbuhan karang bisa mencapai 4 cm per tahun,” jelas Ehdra Betha, anggota MSDC yang fokus penelitiannya juga mengarah pada terumbu karang.
Sementara Ketua Seksi Konservasi di bawah Bidang Pengawasan Pengendalian Sumber Daya Alam Kelautan Perikanan Kota Pariaman (P2SDKP), Citrha Aditur Bahri, menjelaskan selain sebagai area konservasi terumbu karang. Pulau Kasiak juga merupakan salah satu tempat persinggahan penyu yang akan bertelur. Penyu termasuk fauna langka yang keberadaannya sangat dilindungi. Lamanya siklus hidup penyu yang mencapai sekitar 200 tahun mengakibatkan perkembang biakannya sangat lama.
Penyu akan bertelur pada usia 20 atau 25 tahun. Sekali bertelur, penyu dapat menghasilkan sekitar 100 butir telur. Namun sayangnya, dari sekian banyak telur-telur yang menetas, yang dapat bertahan hidup hanya sekitar 1 atau 2 ekor saja. Hal ini diakibatkan banyaknya predator yang memangsa tukik atau anak-anak penyu yang baru menetas.
Menurut Cithra, penyu yang bertelur di Pulau Kasiak tersebut diduga merupakan jenis penyu hijau. Proses penyu bertelur memakan waktu sekitar 2 jam. Meskipun demikian, untuk melihat kejadian yang langka ini banyak anggota MSDC yang rela menunggu hingga penyu bertelur sampai proses kembali ke laut.
Kegiatan terakhir yang menjadi pemisah kebersamaan di pulau Kasiak adalah Fun Diving. Ketua Umum MSDC, Gian Fahmi Siregar menilai, Diving merupakan olahraga yang menyenangkan. Terlebih lagi dengan diving dapat melihat kehidupan bawah air yang jarang dapat dinikmati oleh semua orang. Meskipun terlihat gampang, olahraga selam memiliki banyak peraturan dan teknik yang harus di perhatikan dan di taati terutama bagi penyelam pemula.(diah-gsj/dac)