Si Manis dari Kuok
Penampilannya tidak
cantik. Warnanya tidak kuning. Walaupun begitu, bentuknya yang bulat seperti
bola dan berwarna kehijauan berbintik hitam memiliki rasa yang manis. Beberapa
nama diberikan pada buah yang satu ini. Ada yang menamakannya Jeruk Kuok.
Beberapa masyarakat menamakannya Jeruk Siam.
Laporan Mashuri Kurniawan Kampar
mashurikurniawan@riaupos.co.id
Pada tahun 1970-an Kabupaten Kampar pernah menjadi daerah sentra produksi
jeruk ditingkat nasional. Jeruk ini
banyak ditanam petani di daerah Kuok. Sekarang dikenal dengan Kecamatan
Bangkinang Barat. Di setiap rumah warga saat itu menanam jeruk ini. Bahkan,
jeruk ini menjadi penghasilan utama
masyarakat Kuok.
Pembeli jeruk ini
berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia. Bagi masyarakat Kabupaten Kampar,
khususnya di daerah Kuok hal ini merupakan suatu keberuntungan. Pendapatan masyarakat bertambah. Tingkat
perekonomian masyarakat juga cukup bagus. Jeruk menjadi salah satu komoditi
buah yang paling suka ditanam.
Pada tahun itu,
pembibitan juga dilakukan petani. Dikarenakan rasanya yang manis banyak petani
dari Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Lampung dan Sumatera Selatan
mendatangi Kuok untuk membelinya dan menanam di daerah mereka. Tahun keemasan
itu menjadi sangat penting dan terus dikenang masyarakat Kuok.
Kepala Seksi
Pengembangan Holtikultura,Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikutura
Kabupaten Kampar, Ir Atma menceritakan, jeruk siam atau jeruk kuok ini
merupakan salah satu kebanggan masyarakat Kampar. Dari jeruk ini juga banyak
masyarakat Kampar bergantung hidup mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Hanya saja, sekarang
jeruk yang terkenal itu mulai sulit ditemukan. Kebanyakan dari petani jeruk
beralih pada perkebunan karet dan sawit. Bahkan lahan yang sebelumnya untuk
perkebunan jeruk banyak yang dibangun perumahan dan ruko oleh masyarakat.
Alhasil, sambungnya, banyak jeruk manis yang dahulunya bibit berasal dari Kuok
sekarang beredar dipasaran.
‘’Pedagang buah dari
Sumatera Utara banyak yang membawa jeruk manis dari hasil pembibitan Kuok. Nah,
kondisi inilah yang sekarang sedang dilakukan pengembangan kembali jeruk manis
ini di Kabupaten Kampar. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kampar sudah
melakukan penelitiannya,’’ ungkapnya kepada Riau Pos.
Dari penuturannya, pada
tahun 1980-an seluruh petani jeruk mengalami musibah. Jeruk yang ditanam mereka
diserang penyakit CVPD dan Phythopthora. Kondisi ini mengakibatkan
seluruh jeruk yang ditanam petani mati. Bahkan, selama waktu sepuluh tahun,
lahan tidak dapat dipergunakan untuk perkebunan jeruk lagi.
Dari permasalahan
itulah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura bersama dengan
Balitbangda Kampar melakukan penelitian jeruk manis ini kembali. Ketahanan
seperti apa yang bisa membuat jeruk ini tetap tumbuh dan berkembang. Bagaimana
caranya agar jeruk tersebut bisa menjadi primadona kembali kedepannya.
‘’Balitang sedang
melakukan penelitian tentang jeruk manis ini. Sedangkan kita selalu bersosialisasi kepada
masyarakat untuk menanam tanaman jeruk manis kembali. Dan tidak menjual belikan
lahan milik mereka. Menanam pada lahan kosong untuk kepentingan masyarakat itu
yang kita tengah lakukan sekarang,’’ ujarnya.
Sementara itu Peneliti
Balitbangda Kabupaten Kampar, Ir Besti MP menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan mulai dari
eradikasi dan sanitasi kebun sampai penanaman varietas bebas CVPD. Pembuatan
block pondasi juga dilakukan untuk menghadapi penyakit mematikan pada tanaman
jeruk.
Seiring dengan
berjalannya waktu, menurut dia, Kabupaten Kampar sudah dinyatakan menjadi
daerah endemis Phythopthora sp. Penyakit busuk pada akar dan pangkal
batang masih menjadi momok hingga sekarang. Gejala tanaman terserang penyakit
mematikan ditandai dengan pertunasan kurang segar, daun pada ujung berukurang
lebih kecil, dan berwarna kuning serta rontok.
Ciri lainnya, cabang
menjadi kering dan biasanya tidak tumbuh tunas baru. Bila tanaman terserang berat akan menjadi layu.
Pengeringan batang juga akan terjadi lebih cepat dan tanaman akan mati
meranggas.
Balitbangda Temukan Formula Jeruk Tahan Phythopthora
Pengendalian terhadap
penyakit busuk akar sudah ditemukan Balitbangda Kampar. Formulanya bisa
dilakukan dengan penggunaan batang bawah jeruk yang tahan atau toleran terhadap
penyakit tersebut, yaitu varietas carrizo citrange dan citromelo.
Kedua jenis bawah ini sudah diteliti oleh Balitbangda Kampar bersama dengan
Balai Penelitian Buah Tropika Solok sejak tahun 2007.
Dari hasil penelitian
kedua jenis batang bawah cukup tahan atau toleran terhadap serang penyakit Phythopthoea
sp. Hal ini terlihat dari performanse penumbuhan vegetatif tanaman tumbuh
dengan subur dan cukup baik dilahan percontohan kebun jeruk Balitbangda Kampar.
Penelitian jeruk yang
berlokasi di Desa Empat Balai-Kuok terdiri dari beberapa perlakuan yaitu,
penggunaan tiga jenis batang bawah jeruk (Japanesche citroen atau JC,
Carrizo citrange, dan citromelo) dan dua jenis batang atas yaitu
siam dan crifta.
Jeruk Siam merupakan
jeruk asli Kampar yang pernah populer. Sedangkan jeruk crifta adalah jeruk
tanpa biji yang banyak digunakan untuk pembuatan jus buah serta relatif tahan
terhadap Liberobacter asiaticum (LBA) penyebab penyakit CVPD.
Peneliti Balitbangda
Kampar, Ir Besti MP mengungkapkan, ketiga jenis batang bawah jeruk ini dikaji
dalam bentuk aslinya. Tetapi telah disambungkan dengan mata tunas batas atas
siam dan crifta. Persentase keberhasilan benih pada proses penyediaan benih
secara sambung tempel iperoleh pada batang bawah JC. Diikuti oleh citromelo dan
carrizo.
Batang bawah JC
memiliki keunggulan kompatibilitas yan sangat baik terhadap batas atas jeruk
sehingga bagian sambungan terlihat serasi antara batang bawah dan atas. Berbeda
halnya dengan ke dua jenis batang bawah carrizo dan citromelo yang
memperlihatnya sambungan berbentuk kaki gajah.
Yang mana diameter
batang bawah lebih besar dibanding batang atasnya. Walaupun demikian kedua
jenis batang bawah ini dianjurkan penggunaannya untuk daerah endemis busuk
akar. Sedangkan batang bawah JC tidak dianjurkan pada tingkat endemis karena
tingkat kematiannya lebih tinggi dibandingkan kedua jenis batang bawah
lainnya.
‘’Secara umum
penggunaan batang bawah yang berbeda memberikan respon pertumbuhan tanaman
jeruk yang berbeda pada siam dan crifta. Respon pertambangan tinggi tanaman JC
yang disambung dengan batang atas siam dan crifta cukup baik. Begitu halnya
dengan kedua jenis batang bawah lainnya, memberikan pertumbuhan baik pada batang atas Siam,’’
paparnya.
Agar
hasil penelitian penggunaan batang bawah jeruk tahan Phythopthora dapat
dikembangkan dan disebarkan secara luas ditingkat pengguna, menurutnya perlu
dilakukan pengembangan pembibitan sehingga para petani maupun pengguna lainnya
bisa memperoleh bbit dengan mudah.
Empat Balai Berbenah Menuju Sentra Jeruk
Hamparan
tanaman jeruk penelitian Balitbangda Kampar di Desa Empat Balai, Kecamatan
Bangkinang Barat menyejukkan mata bagi siapa saja yang memandangnya. Tampak
buah jeruk yang besar-besar terlihat segar dan menginginkan untuk segera
memetiknya.Luas lahan yang jeruk ini mencapai dua hektar. Dengan jumlah tanaman
jeruk 600 batang batang dan umur jeruk
sampai saat ini kira-kira 1 hingga 3 tahun.
Di
kampung ini, menyimpan harapan akan manisnya jeruk. Tentu bukan sebuah
perjuangan pendek mengubah lahan seluas dua hektare menjadi kebun jeruk manis.
Apalagi semudah mengejapkan mata dan membalikkan telapak tangan. Apalagi untuk
mengembalikan kejayaan jeruk manis Kampar.
Bibit
jeruk yang dibudidayakan merupakan hasil
penelitian Balitbangda Kampar. Perkebunan jeruk ini mengisyaratkan, daerah
tersebut bakal menjadi sentra jeruk manis kembali kedepannya. Jeruk crifta dan
jeruk manis kuok berjejer rapi. Buahnya berwarna hijau dan berbintik hitam
memiliki rasa manis.
Akhir
pekan lalu, Riau Pos berkunjung ke perkebunan jeruk tersebut dan
menikmatinya. Rasanya sangat manis. Memang, tidak sesuai dengan bentuknya yang
kurang menarik.
Penjaga
Kebun Jeruk, Rubi menyebutkan, rasa jeruknya sangat manis. Tanaman jeruk ini
merupakan hasil penelitian Balitbangda. Namun demikian, sekarang sedang
dikembangkan oleh Desa Empat Balai.’’Jangan dilihat bentuknya pak. Tapi,
rasanya sangat manis,’’ ungkapnya.
Pada
saat itu Riau Pos mencicipi jeruk manis kebanggaan masyarakat Kampar
tersebut. Ternyata, memang benar rasanya memang manis dan membuat ingin terus
menikmatinya sampai kenyang.
Peneliti Balitbangda Kampar, Ir Besti MP mengatakan, Empat
Balai sedang berbenah menuju sentra jeruk manis seperti tahun 1970-an lalu.
Bersama dengan intansi terkait dan seluruh masyarakat Kampar, pengembangan
perkebunan jeruk manis kembali dilakukan sekarang ini.***
0 komentar:
Posting Komentar