Masyarakat di GSK-BB Simbiosis
Mutulisme dengan Alam
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) semakin
mendunia semenjak digelarnya Workshop Internasional South-South Cooperation (SSC),
awal Oktober lalu. Dalam hal tersebut, pemerintah dan pihak swasta bekerjasama
dengan pihak luar negeri untuk mengembangkan cagar biosfer tersebut. Baik dalam
perekonomian, sosial, politik dan budaya masyarakat yang tinggal di GSK-BB.
Partisipasi dari berbagai pihak untuk
mengembangkan cagar biosfer tersebut sangat berpengaruh dengan hiruk pikuk
kehidupan masyarakat disana.
Dari
sektor pertanian, masyarakat mempunyai peluang besar untuk meningkatkan
perekonomian dari dari hasil pertanian tersebut. begitu juga dengan perkebunan
dan peternakan, hal tersebut akan sangat membantu meningkatkan perekonomian
serta kesejahteraan masyarakat sendiri. Sebab, hasil dari pertanian,
perkebunan, peternakan yang mereka kelola adalah merupakan suatu keunikkan tersendiri.
Semua yang mereka lakukan adalah contoh pemanfaatan hasil alam yang baik dan
mempunyai prosedur sehingga tidak merusak alam itu sendiri. Selain itu,
peningkatan dari segi ekonomi akan terbantu juga dari kebiasaan mereka nelayan.
Nelayan di tasik-tasik (danau) yang ada di GSK-BB adalah salah satu upaya
pemanfaatan hasil alam yang memiliki dampak negatif, mereka sangat menghargai
alam. Kekayaan alamlah yang membuat mereka bisa menggantungkan masa depan anak
cucu mereka nantinya.
Kehidupan
mereka tak jauh dari budaya yang melekat seolah sejak lahirnya GSK-BB.
Kekentalan budaya melayu yang didukung dengan nilai agamais mereka yang
mayoritas menganut agama islam ini, semakin menggambarkan betapa eratnya ikatan
rohaniah mereka satu sama lain.” Keseharian mereka masih sangat tradisional
sekali, mereka senantiasa berinteraksi dengan alam. Dari pagi mereka mulai
beraktifitas hingga malam tiba, yang mereka lakukan tidak jauh dari alam.
Begitu juga dengan perlengkapan maupun peralatan yang mereka gunakan
sehari-hari. seperti halnya memancing, mereka menggunakan alat yang terbuat
dari bambu yang diberi nama lukah. Mereka tidak ingin menggunakan alat-alat
atau tambahan zat kimia untuk menangkap ikan, karena mereka bergantung pada
alam dan tidak ingin merusaknya. Demikian halnya juga dengan memasak, menggunakan tungku
yang sederhana saja. Serta tak rayal mereka berinteraksi dengan alam karena
hubungan keduanya saling bergantungan,” ujar Herfita Staff Falgship SinarMas
Forestry.
Mata pencaharian masyarakat disana
rata-rata adalah nelayan. Banyaknya tasik-tasik yang kaya akan hasilnya menjadikan nilai ekonomi tersendiri bagi mereka.
“Kehidupan mereka sepertinya tidak bisa dilepaskan dari alam GSK-BB , sebab
manfaat alam itu sendiri merupakan jembatan bagi kehidupan mereka kelak. Justru
karena itu mereka tetap mengupayakan kelestarian alam tanpa harus merugikan
diri mereka sendiri dengan merusak alam, yah
kehidupan mereka dengan alam GSK-BB saling bergantungan,” tutup wanita 31 tahun
Staff Flagship SinarMas Forestry tersebut.(pia-gsj/new)
0 komentar:
Posting Komentar