Sabtu, 19 Desember 2009

Seluruh Dunia Berharap Ada Kesepakatan Global di Kopenhagen

 Kesepakatan Global di KopenhagenKopenhagen, - Hingga tiga hari menjelang penutupan Konferensi Perubahan Iklim 2009 para negosiator belum menyepakati perjanjian bersama yang akan diambil. Hingga Rabu (16/12) malam waktu Indonesia masih terdapat jurang lebar antara negara maju dan negara berkembang.

Jurang itu terkait persoalan Protokol Kyoto. Pihak negara berkembang menilai ada agenda tersembunyi yang dimainkan negara maju, di antaranya ditunjukkan dengan pergantian Presiden COP-15 dari Connie Hedegaard kepada Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen saat para negosiator memulai sidang setelah malam sebelumnya begadang hingga pukul 07.00 pagi.

”Hasilnya bisa jadi mengarah pada pernyataan politis dari para kepala negara dan pemerintahan,” kata Ketua Negosiator RI Rachmat Witoelar kepada wartawan, Rabu (16/12).

Apabila benar terjadi, seluruh pembahasan yang ada akan menjadi status quo hingga disepakati ada pertemuan lanjutan—kemungkinan paling cepat diadakan Juni 2010. Hal itu bertentangan dengan kemauan negara-negara berkembang dan negara pulau-pulau kecil bahwa hasil COP-15 harus adil, ambisius, dan mengikat di Kopenhagen.

Bersikukuh

Sebaliknya, negara maju kukuh pada sikapnya mewajibkan negara yang berkembang pesat, seperti China dan India, turut diwajibkan menurunkan emisi. Sikap ini bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat di Bali dua tahun lalu.

Di luar persidangan, ribuan pendemo berseru agar negara maju membayar utang iklim mereka, yakni dengan menanggung beban terbesar secara finansial ataupun komitmen lain.

Tudingan negara berkembang mengenai agenda tersembunyi muncul dari Brasil, China, India, Sudan, dan Ekuador ketika Rasmussen menyatakan, sudah ada draf teks dari Kelompok Kerja Adhoc Aksi Kerja Sama Jangka Panjang (AWG-LCA) pada sesi sidang sebelum mendengar pernyataan para pemimpin negara. Protes muncul karena draf teks sebelumnya belum jelas.

”Kami tidak bermaksud menghalangi persidangan, tetapi kami datang ke sini dengan tujuan jelas, yakni kesepakatan yang mengikat negara maju yang diputuskan secara terbuka,” kata wakil delegasi China. China meminta agar ada penjelasan lebih lanjut mengenai draf teks itu.

Meskipun begitu, Lars memutuskan melanjutkan persidangan untuk mendengar pandangan para pemimpin negara dan pemerintahan. Pada sesi ini Presiden Venezuela Hugo Chavez mendapat tepuk tangan meriah saat dengan tegas menyebut ”Kekayaan sebagai penyebab kehancuran planet”, yang diarahkan kepada sistem ekonomi kapitalis.

Masih ada optimisme
Sebelumnya, dalam siaran pers yang digelar pukul sembilan malam waktu Kopenhagen (dini hari waktu Indonesia), Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyerukan optimismenya bahwa akan ada keputusan yang adil, ambisius, dan komprehensif.

Kesepakatan mengurangi emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar, melindungi kelompok paling rentan, yang ditunjukkan dengan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.

Di Kopenhagen, ia percaya, 130 pemimpin negara lebih akan mengesahkan perjanjian yang kuat. Perjanjian yang akan mengikat seluruh pihak pada 2010.

Berkaca pada sisa waktu yang mepet, ia mengingatkan para delegasi untuk fleksibel, tidak terus-menerus ngotot pada posisi awalnya atau menekan pihak lain, tanpa membuka kemungkinan solusi lebih cepat. ”Ini waktunya konsensus,” katanya.

Ia juga meminta agar para pihak, baik negara maupun kelompok negara, tidak saling menuding atau menyalahkan kelompok lain. Hingga kemarin hal ini masih terjadi. ”Semua pihak tahu apa yang harus dilakukan saat ini dan diharapkan dunia. Untuk itu, kenapa saya optimistis akan ada perjanjian yang disepakati di sini,” lanjutnya.

Pada pembukaan pertemuan tingkat menteri, Sekretaris Eksekutif Yvo de Boer menyatakan, dunia menunggu perjanjian yang ambisius, dari anak-anak hingga orang dewasa. Ratusan lembar surat dari Jerman, 1.000 burung kertas lipat tanda harapan dari anak-anak di Australia, dan 350 lukisan anak dari AS ia terima sebagai tanda harapan.

Di lapangan, berbagai proyek persiapan terkait skema pendanaan iklim sudah dijalankan dan terus dikembangkan. ”Semua bergantung pada Anda semua untuk mewujudkan harapan. Mari mengambil langkah nyata,” ujar Yvo.

Secara khusus, Rachmat Witoelar mengatakan, delegasi RI diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi penengah atas perbedaan lebar antara negara berkembang dan maju. ”Saya secara pribadi diminta sidang untuk menjadi fasilitator pertemuan,” ujarnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan berpidato di forum pertemuan tingkat tinggi pada hari Kamis pukul 16.00-20.00 waktu Indonesia.

Sumber: Kompas

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province