Minggu, 14 Februari 2010

Isu Perubahan Iklim Disetarakan Isu Perekonomian

Hasil survei yang dilakukan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) Climate Confidence Monitor pada Juli-Agustus 2009 menunjukkan adanya peningkatan kepedulian dan komitmen global terhadap dampak buruk perubahan iklim. Survei ini dilakukan terhadap 12.000 nasabah HSBC yang berasal dari 12 negara. Sayangnya, Indonesia belum termasuk menjadi salah satu negara yang disurvei.

Vice President Corporate Sustainability HSBC Indonesia, Furiyanti memaparkan, empat konsen dari survei ini adalah keprihatinan responden terhadap dampak perubahan iklim, komitmen untuk menanggulangi dampak perubahan iklim, keoptimistisan dalam mengurangi dampak perubahan iklim, dan tingkat kepercayaan diri untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Hasilnya, tujuh dari sepuluh reponden atau sebanyak 69 persen menganggap isu perubahan iklim lebih penting atau setidaknya sama penting dengan upaya penanganan masalah ekonomi.

"Secara umum, isu perubahan iklim ini menempati peringkat keempat disamping isu ekonomi, terorisme dan kekerasan. Posisi ini bahkan diatas isu nature disaster dan penyakit pandemik seperti AIDS, flu babi, dan kemiskinan. Bahkan, di Meksiko, 22 persen responden memposisikan perubahan iklim di urutan teratas," urai Furi, pada jumpa pers di HSBC Learning Centre, Menara Mulia, Jakarta, Selasa (17/11) sore.

Sebanyak 65 persen responden di 12 negara ini berpandangan, dibutuhkan upaya internasional yang lebih serius, khususnya oleh pemerintah, dalam menangani masalah perubahan iklim. "Hal ini berarti, ada pesan kepada pemerintah untuk mempersiapkan kebijakan program kerja atas penanganan perubahan iklim. Terutama, dalam UN Climate Change Conference di Kopenhagen, Desember mendatang," tambah Furi.

Terhadap konferensi perubahan iklim PBB tersebut, survei juga menunjukkan, adanya keinginan bertindak yang lebih kuat dari negara-negara berkembang dibandingkan negara maju. Sebanyak 86 persen responden di Brazil dan 75 persen responden di China, yakin bahwa kesepakatan yang dihasilkan di Kopenhagen sangat penting. Secara global, hanya 2 persen responden yang menyatakan kesepakatan baru tidak penting.

Dari sisi gaya hidup, komitmen responden untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan juga meningkat. Setidaknya, hal itu ditunjukkan dari 36 persen responden yang menyatakan komitmen untuk mengubah gaya hidupnya. Angka ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan survei yang sama tahun 2008 (32 persen). Aksi nyata yang dipilih responden, di antaranya menerapkan daur ulang barang yang tak terpakai dan menghemat energi.

Survei mengenai perubahan iklim ini merupakan bagian dari HSBC Climate Partnership yang dimulai sejak tahun 2007. Dua belas negara yang disurvei di antaranya adalah Australia, Brazil, Kanada, China, Jerman, Hongkong, India, Malaysia, Meksiko, Inggris, dan Amerika Serikat. Tahun depan, Indonesia diusulkan menjadi salah satu negara yang turut disurvei.

Sumber: Warga Hijau

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province