Minggu, 12 Juni 2011

GSJ News: SMAN 1 Pekanbaru Mendapat Adiwiyata 2011

GEMBIRA: Siswa dan siswi SMA N 1 Pekanbaru tampak gembira memegang piala Adiwiyata yang didapat oleh sekolah mereka.
 
SMAN 1 Pekanbaru Mendapat Adiwiyata 2011
“Kami belum bisa berbangga dengan penyerahan piala Adiwiyata ke sekolah kami. Ini justru merupakan tambahan tugas, terhadap upaya sekolah dalam menjadi sekolah yang berbasis lingkungan,” tutur Sulistia Budi, Wakil kepala sekolah bagian K3 (Kebersihan, Kerindangan, dan Keindahan, SMAN I Pekanbaru kepada Green Student Journalists (GSJ) ketika ditemui di sekolahnya, Jumat (10/6).

Sekolah SMAN 1 Pekanbaru memang telah dinobatkan menjadi sekolah Adiwiyata tahun pertama. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta kepada Khaidir, Kepala Sekolah SMAN 1 Pekanbaru pada Senin, (6/6) lalu.
Tahun pertama, jelas Budi panggilan akrab Sulistia Budi lebih lanjut, berarti SMAN 1 Pekanbaru menerima piala Adiwiyata silver atau berwarna putih. “Adiwiyata ini akan berlanjut hingga tiga tahun. Tahun pertama sekolah menerima piala dengan warna silver, tahun kedua sekolah hanya menerima piagam Adiwiyata dan tahun ketiga menerima piala dengan warna gold,” terangnya.
Budi menceritakan perjalanan SMAnya dalam mendapatkan penghargaan tersebut, bukanlah perjalanan singkat. “Selama tiga tahun kami dinyatakan sebagai bakal calon penerima adiwiyata yaitu dari tahun 2007-2009. Kemudian tahun berikutnya, 2010 dinyatakan sebagai calon penerima, dan baru tahun 2011 ini sekolah kami mendapatkan gelar sebagai sekolah Adiwiyata,” ungkapnya lagi.
Beragam persyaratan dan kewajiban harus dilakukan oleh sekolah ini hingga kemudian berhasil menyabet gelar sekolah berbasis lingkungan tersebut. Sebelum tim penilai Adiwiyata datang kesekolah mereka. SMAN 1 Pekanbaru harus menyerahkan persyaratan administrasi. Persayaratan ini akan di kirim ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) Propinsi Riau. Kemudian BLH akan menyerahkan berkas administrasi ini ke KLH di Jakarta.
Budi juga menerangkan program-program yang menjadi penilaian dalam Adiwiyata tersebut. Penilaian dengan poin tertinggi adalah kategori pengembangan kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Bagian ini mendapat poin sebesar 40 persen.
Salah satu kegiatan di SMAN 1 Pekanbaru yang berbudaya lingkungan adalah kegiatan Operasi Semut. Kegiatan ini di laksanakan pada hari Senin, Jumat dan Sabtu. Sebelum masuk kelas para siswa akan bergerilya mencari sampah-sampah dan membuangnya ke tong sampah. Persis seperti semut yang mencari makan.
Persyaratan berikutnya yang mendapat nilai 30 persen adalah Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan. “Kami telah menerapkan persyaratan ini pada setiap mata pelajaran di sekolah,” kata Budi.
Jadi, tambahnya, kurikulum di sekolah terbagi kedalam dua bagian. Yaitu bagian monolitik dan terintegrasi. Bagian monolitik merupakan pembelajaran khusus tentang lingkungan. Yaitu pada mata pelajaran muatan lokal. Selanjutnya adalah terintegrasi. Bagian ini berarti mengaitkan antara setiap materi pelajaran dengan lingkungan.
“SMA kami telah melakukan ini,” tutur Budi kemudian. Misalnya dalam pembelajaran Biologi, kami berusaha mengaitkan isu-isu lingkungan lokal dengan pelajaran. Seperti konservasi hutan di Teso Nilo hingga bencana banjir yang kerap di alami warga Pekanbaru di saat hujan.
Sementara persyaratan yang mendapat nilai 20 persen adalah bagian pertisipasi sekolah terhadap pengembangan kegiatan lingkungan. Tahun 2010 SMAN 1 Pekanbaru telah mensosialisasikan teknik pembuatan biopori ke RT, RW dan Kelurahan di sekitaran sekolah mereka. Selanjutnya pada tahun 2011 ini mereka telah mensosialisasikan biopori ke SMP-SMP, antara lain: SMP 4, SMP 10, SMP 13 dan SMP 5 Pekanbaru.
Nah, sarana dan prasarana sekolah yang menunjang sekolah yang ramah lingkungan juga perlu di perhatikan. Bagian ini mendapat nilai sebesar 10 persen. “Kami memilah tong sampah di sekolah menjadi tiga bagian,” terang guru Biologi ini. Yaitu sampah organik, anorganik dan sampah kertas.
Ini merupakan sarana pendukung yang harus diperhatikan jika sekolah ingin mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Ditanya bagaimana perasaan mereka ketika sekolahnya mendapatkan penghargaan tersebut, Budi mengaku masih belum bangga.
“Masih banyak tugas yang harus kita lakukan demi lingkungan ini,” ujarnya. Apalagi, lanjutnya, untuk tahun-tahun kedepan sekolah akan terus di pantau oleh tim Adiwiyata dari KLH. Untuk penilaian kedepan, maka sekolah berbasis lingkungan haruslah sekolah yang sudah menjadikan kebersihan lingkungan sebagai sistem yang bergerak sendiri. Sehingga baik para siswa maupun guru dan masyarakat sekolah lainnya tidak lagi disuruh-suruh dalam menjaga lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, tahun ketiga penerima Adiwiyata disebut juga dengan penerima Adiyiwata Mandiri. Sebab mereka telah mampu menjaga lingkungan sekolah secara sistem atau otomatis tanpa kontrol yang berlebihan.
Dua sekolah yang telah menerima aAdiwiyata Mandiri in adalah SDN 005 Bukit Raya dan SDN 001 Limapuluh. Selanjutnya sekolah penerima adiwiyata tahun kedua adalah SDN 007 Senapelan, SDN 016 Senapelan dan SMAN 8 Pekanbaru. Semua sekolah ini berasal dari Kota Pekanbaru.
Untuk menjadikan sekolah yang telah menjadikan kebersihan lingkungan berjalan dengan sendirinya, karena masyarakat sekolahnya yang peduli terhadap lingkungan, Budi mengaku sekolahnya masih mengalami banyak hambatan.
Masih ada para guru yang kurang peduli terhadap keadaan lingkungan saat ini. Termasuk siswa-siswa yang juga belum berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan. Tapi ini merupakan tantangan bagi kami, ungkapnya kemudian. Sebab bagaiamanapun juga sekolah haruslah bersinergi dalam menjaga lingkungan. Bukan hanya kerena menerima Adiwiyata namun juga karena menjaga lingkungan itu tumbuh dari hati yang paling dalam.
Sebab kecintaan terhadap lingkungan jauh lebih penting daripada sekedar penghargaan secara fisik yang kita dapatkan. Semoga kami dapat menjadi penghargaan Adiwiyata ini sebagai basic atau dasar bagi sekolah kami untuk terus berbasis lingkungan dan menjadi sekolah yang tulus mencintai lingkungan.
Di akhir wawancara, Budi juga menyampaikan pesannya kepada BLH dan Dinas Pendidikan, Riau. “Kami masih butuh bimbingan, pengarahan dari instansi terkait, sehingga kami bisa terus mengembangkan diri menjaga lingkungan,” harap Budi. (tya-gsj)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province