Senin, 27 Februari 2012

For Us: Enggang di Ketinggian Meranti

 ENGGANG : Hewan yang satu ini merupakan satwa yang sering menjadi perburuan manusia. Di Tanam Nasional Zamrud Enggang berkembangbiak. Pada ketinggian pohon meranti hewan ini terlihat tenang menikmati hidupnya.
Di Taman Nasional Zamrud (TNZ), yang terletak di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak masih memiliki aneka satwa langka yang dilindungi oleh pemerintah. Salah satunya adalah burung enggang atau rangkong.

Laporan Abu Kasim
Danau Zamrud, abukasim@riaupos.com
   Meski di TNZ yang terkenal dengan Danau Zamrud tersebut, masih menjadi sasaran para pemburunya, namun burung yang memiliki paruh besar ini tetap esksis, karena sulit dijangkau manusia untuk ditangkap.
Suara mesin kapal Pompong yang membawa Riau Pos, melintasi Sungai Rawa menuju ke Danau Zamrud di TNZ membuat segerombolan burung enggang terkejut.

   Gerombolan Burung enggang terlihat dikejauhan saat bersantai di sebatang pohon besar dan tinggi bernama pohon Meranti, yang ada di pinggir sungai Rawa.

   Dari kejauhan gerombolan burung enggang langsung terbang mencari tempat yang aman, sepertinya satwa itu takut dengan manusia, yang selalu berburu binatang liar di TNZ tersebut.

   ‘’Kalau di daerah hutan lindung ini tidak ada yang mengganggu enggang, karena burung itu hinggap didahan pohon yang cukup tinggi. Sehinggu cukup aman bagi satwa enggang untuk berkembang biak,’’ ucap Syamsuddin yang memandu Riau Pos, menyusuri Sungai Rawa menuju ke Danau Zamrud.

   Sepanjang perjalanan melintasi Sungai Rawa menuju Danau Zamrud selama lima jam menuju banyak satwa langsung yang dijumpai. Namun satwa burung enggang cukup banyak terlihat di sisi kiri dan kanan Sungai Rawa, khususnya dibatang-batang pohon besar.

   Sesekali suara enggang yang khas saat terbang di udara, cukup nyaring terdengar ditelinga. Satwa itu memanggil temannya yang lain untuk bergabung.

   Bahkan pada jarak puluhan kilometer suara khas burung enggang itu tetap terdengar. Apalagi ditengah rimbunnya hutan lindung dan flora yang ada di sepanjang sungai rawa, membuat suasana terasa sejuk dan hening.

   Burung enggang yang ada di kawasan lindung ini belum punah dan habitanya masih cukup ramai, karena para pemburu satwa liar kurang menyukasi burung enggang.

   Apalagi masih banyak satwa lain yang menjadi primadona pemburu, seperti burung punai, peregam, kancil, rusa dan bahkan ada binatang buas berupa harimau dan juga buaya.

   Burung Enggang atau Hombill dalam bahasa Inggris adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran, dengan paruh berwana kuning gading. Nama ilmiahnya Buceros, merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki arti tanduk sapi dalam Bahasa Yunani.

   Burung Enggang tergolong dalam kelompok Bucerotidae yang termasuk 57 spesies. Sembilan spesies dari padanya berasal endemik di bagian selatan Afrika, termasuk yang ada di Asia tenggara. Makanan utamanya adalah buah-buahan, juga kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.

   Burung Enggang memiliki ciri-ciri, ketika waktunya mengeram, enggang betina bertelur sampai enam biji. Telur putih terkurung di dalam kurungan sarang yang dibuat dari kotoran dan kulit buah.

   Hanya terdapat satu bukaan kecil yang cukup untuk burung jantan mengulurkan makanan kepada anak burung dan burung enggang betina.

   Apabila anak burung dan burung betina tidak lagi muat dalam sarang, burung betina akan memecahkan sarang untuk keluar dan membangun lagi dinding tersebut.

   Selanjutnya, kedua burung dewasa akan mencari makanan bagi anak-anak burung. Dalam sebagian spesies, anak-anak burung itu sendiri membangun kembali dinding yang pecah itu tanpa bantuan burung dewasa.

    Sedangkan sifat satwa alam liar, selalu hidup bergerombol dan ini merupakan salah satu bentu bagi hewan untuk tetap hidup dan bertahan lama.

   Jika dibandingkan hidup menyediri, maka nyawa hewan tersebut akan mudah dimangsa oleh sesamanya maupun oleh pemburu liar seperti manusia. Inilah yang dilakukan burung enggang yang hidup dihutan-hutan lebat seperti di TNZ.

   Burung enggang ini sangat langka ditemui didaerah-daerah terbuka dan ramainya manusia tinggal. Namun burung enggang ini bisa dilihat di hutan belantara yang masih lebat. Karena di hutan merupakan rumah yang paling aman dan nyaman untuk mereka berkembag biak serta mencari makan.

   ‘’Burung enggang ini sangat sulit kita jumpai di kawasan perkampunga masyarakat, tapi kalau kita masik ke hutan seperti melintasi Sungai Rawa, maka kita dengan mudah dapat melihat burung itu terbang dan mencari tempat makan yang aman,’’ ucap Udin sambil menunjukan jari telunjukanya ke arah burung enggang yang sedang hinggap didahan pohon Punak, yang sedang berbuah lebat.

   Biasanya burung enggang itu suka makan buah-buahan yang ada di hutan. Makanya burung-burung tersebut mampu berhatan lama dan berkembang biak.

   Di hutan lindung Satwa Marga satwa yang namanyanya sudah diusulkan oleh Pemkab Siak menjadi TNZ tersebut, jika masyarakat tidak melestarikan aneka hayati kehidupan yang ada dihutan tersebut, maka tidak menutup kemungkinan burung enggang dan jenis burung lainnya juga akan hilang dari peredaran hutan tersebut.

    ‘’Kalau tidak mampu kita jaga hutan ini, kita yakin sema satwa yang ada dihutan akan hilang dengan sendirinya dan entah kemana hilangnya. Ya layaknya seperti ikan yang dulunya banyak didapat di Sungai rawa dan sekarang hilang entah kemana. Kita mengharapkan burung engggan tidak akan hilang dari hutan TNZ, karena habitat ini mampu bertahan lama, karena masih ada sisa makanan yang akan ditelanya,’’ ucap Udin sambil mengarahkan kemudi pompongnya yang melaju membelah arus Sungai Rawa.

   Hanya terdengar suara raungan mesin pompong yang membawa kapal pompong ini menuju Danau Zamrud.
Hal ini membuat satwa yang ada di sepanjang sungai tersebut menjadi terkejut. Meski pada akhirnya, di kejauhan dengan cara mematikan mesin pompong barulah burung enggang yang sedang hinggap didahan pohon Meranti biasa diabadikan melalui kamera.

   Syamsudin yang akrab disapa Udin, terus menyusuri Sungai Rawa yang sudah menyempit dan dangkal. Hal ini dikarenakan endapan kayu dan daun hutan penyangga yang ada disepanjang sungai. Kondisi air Sungai Rawa yang cukup deras, membuat pompon menjadi lambat, karena menagak air.

   Disepanjang perjalan, Udin banyak bercerita tentang kondisi Sungai Rawa yang dulu menjadi sumber kehidupan masyarakat.

   Di sungai ini masyarakat memancing dan menjaring ikan, namun sekarang kondisi sungai tersebut tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan makan, apalagi untuk dijual hasil ikannya ke pasar.

   ‘’Sungai ini dulu penyangga ekonomi masyarakat, karena ikannya masih banyak. Tapi sekarang sudah punah ranah, karena airnya sudah tercemar,’’ ucap Udin sambil menujuk ke arah burung enggang yang melintasi diatas kepalanya dari kejauhan.(new)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province