Rabu, 18 April 2012

For Us: Meraup Rupiah dari Selais dan Baung

 Meraup Rupiah dari Selais dan Baung



Ikan selais dan baung dapat dimanfaatkan sebagai komoditi. Kedua jenis ikan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Masyarakat Desa Tamiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak, melihat potensi tersebut sebagai penambah pendapatan mereka.   

Laporan Mashuri Kurniawan, Siak 

mashurikurniawan@riaupos.co.id

Dipasaran harga ikan selais dan baung bila di salai rata-rata mencapai Rp80.000 per kilogram.Sedangkan ikan basah selais Rp55.000 per kilogram dan baung Rp35.000 per kilogram.



Masyarakat di Desa Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak, memanfaatkan ketenangan air dan debit  air yang stabil untuk melakukan budidaya ikan.

Jenis ikan di lokasi ini memang melimpah, yakni toman, tilan, baung, selais, selinca, batung, limbat, dan ikan sungai lainnya. Namun begitu, masyarakat lebih memilih budidaya ikan selais dan baung karena bisa memberikan tambahan kebutuhan ekonomi mereka.

Di dalam keramba terpal berukuran 6 x 4 meter persegi budidaya ikan dilakukan masyarakat. Sungai berwarna kecoklatan menjadi penopang kehidupan. Sebanyak 50 kepala keluarga (KK) menggantungkan hidupnya pada ketenangan air tasik itu.

Pemandangan itu terlihat ketika Riau Pos bersama Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, Ir Rosyadi MSi, Rabu (28/3) lalu melakukan kegiatan penyebaran  benih ikan selais dan baung di aliran air Tasik Betung.  Selain menyebar benih ikan, pemberian benih ikan kepada masyarakat juga dilakukan untuk kegiatan budidaya perikanan masyarakat.  

Tasik Betung merupakan kawasan inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu. Untuk mengurangi eksploitasi dan makin minimnya jumlah ikan selais dan baung di alam, maka kegiatan budidaya nya dilakukan di daerah tersebut. Tasik Betung dinilai menjadi solusi meningkatkan sumber perikanan yang optimal.

Dalam budidaya ikan itu, masyarakat sekitar sangat memperhatikan persiapan dari segi material. Salah satunya adalah memperhatikan keramba. Karena keramba tersebutlah yang memiliki fungsi efesien terhadap hasil budidaya tersebut. Selain itu, penebaran benih ini merupakan salah satu bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam dan kelestarian alam. Dengan penebaran bibit ikan ini diharapkan masyarakat sekitar dapat ikut menjaga kebersihan tasik.  

Cuaca mendung saat Riau Pos berkunjung ke Tasik Betung. Dinginnya air tasik begitu teras ketika ingin membasuh muka. Perjalanan yang sangat melelahkan dari Kota Pekanbaru, hilang begitu saja begitu melihat kejernihan air, panorama alam nan eksotik dan melihat para nelayan mencari ikan.

Sampan kayu milik Pak Ayong  (50)  bersandar di tepian tasik. Sampan di ikat di batang kayu.  Di dalam sampan ini terlihat keranjang ikan penuh berisikan berbagai jenis ikan. Ikan baung, nila, selais, sepat, dan jenis ikan sungai lainnya. Ayong begitu nama panggilannya seharian. Senyumnya sumringah begitu naik ke daratan.

Selain ikan dalam keranjang, terlihat ember berbentuk kaleng cat 10 kilogram di dalam sampan. Ember berisikan ikan hidup ini rencananya bakal dipelihara Ayong dalam keramba miliknya. Ayong memiliki dua keramba terpal di tasik itu. Setelah menambatkan sampan, Ayong duduk sejenak ditepian tasik.

Melihat pak Ayong duduk dengan santai, Riau Pos mendekatinya. Ayong bercerita tentang kehidupanya selama sepuluh tahun terakhir ini. Bagi dia dan keluarga, Tasik Betung merupakan sumber mata pencahariannya. Ia dan keluarga menggantungkan hidup dari Tasik Betung. Sebagian ikan hasil pencaharianya dijual dan sebagian lagi dipelihara.

Dari penuturan Ayong, sistem kekeluargaan (familization) sangat kental di daerah itu. Kekeluargaan masyarakatnya membentuk suatu sistem nilai yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

‘’Ya, seperti di Tasik Betung memiliki sistem kekeluargaan. Kalau ikan yang ditangkap berlebih, diberikan kepada tetanga dekat rumah. Dengan begitu, rezeki bisa bertambah,’’ tutur Ayong kepada Riau Pos.

Setelah berbincang, pak Ayong melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya yang tak jauh dari Tasi Betung. Ikan di dalam keranjang dan ember diangkutnya. ‘’Saya pamit dulu ya nak,’’ ujar Ayong seraya berlalu dari hadapan Riau Pos

Dari Tasik Betung, Riau Pos berlalu menuju Desa Tamiang, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Pola budidaya ikan di desa ini berebeda dengan daerah Tasik Betung. Masyarakat sekitar tidak mempergunakan tasik, sungai, maupun danau untuk budidaya ikan.

Pemandangan kolam berukuran 6 x 7 meter persegí dibangun masyarakat untuk budidaya ikan. Lebih dari 120 kepala keluarga melakukan budidaya ikan di daerah tersebut.  Bagi masyarakat sekitar, untuk budidaya ikan lele, baung, dan selais tidaklah sulit dilakukan.

Hanya saja yang perlu diperhatikan, kolam tempat budidaya ikan. Jangan sampai, kolam menurun debit airnya. Kemudian, pemberian makan selais dan baung minimal tiga kali sehari.

Harga ketiga jenis ikan itu juga sangat menguntungkan bagi masyarakat. Bahkan, peminatnya banyak yang berasal dari luar daerah dan negara tetangga Malaysia.  

Salah seorang masyarakat yang melakukan budidaya ikan, Harjono (35) mengatakan, untuk harga ikan selais basah sekarang dijual Rp55.000 per kilogram. Ikan baung Rp35.000 per kilogram. Sementara ikan salai, harganya bisa mencapai Rp80.000- Rp85.000 per kilogram.

’’Lumayan mas penghasilan ikan. Pengembangan budidaya ikan juga dibantu Universitas Islam Riau.  Jadi jangan khawatir, bila ingin melakukan budidaya ikan ini. Asal ada keinginan , pastilah bisa melakukannya dengan baik,’’ ujarnya.

Pembuata pakan  bisa dilakukan sendiri. ’’Bisa dengan mempergunakan cacing tanah untuk pakan ikan. Prosesnya sangat mudah, jadi kita tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk pakannya,’’ ujar dia.

Dekan Fakultas Pertanian, UIR, Ir Rosyadi Msi,  menjelaskan, proses perkembangbiakan jedua jenis ikan dipengaruhi oleh musim yaitu pada awal pergantian antara musim panas ke musim hujan. Jika dikaitkan dengan perubahan iklim global yang melanda dunia saat ini, kondisi cuaca yang tidak menentu sangat mempengaruhi proses reproduksi ikan  tersebut.

Untuk teknik pembudidayaan ikan lais ini dapat dikatakan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangbiakan secara alami yang harus menunggu pergantian musim. Sementara untuk teknik ini hanya membutuhkan pemilihan bibit ikan lais yang benar-benar telah matang untuk bereproduksi agar siap untuk di suntik hormon ovaprim.

Waktu yang diperlukan mulai dari proses penyuntikan hormon pada induk ikan lais hingga menetasnya telur-telur ikan lais tersebut hanya berkisar dua hari.

Sementara itu untuk ikan baung mengalami enam fase kehidupan, sama dengan ikan mas dan ikan-ikan lainnya. Fase dimulai dari telur, sikulus ikan baung adalah telur, larva, benih, konsumsi, calon induk dan induk. Inilah pendapat para ahli tentang siklus hidup ikan gurami. Pendapat ini mungkin bisa dijadikan sebagai referensi.

Rosyadi menjelaskan, masa kematangan jantan dan betina ikan baung berbeda. Ikan jantan lebih cepat matang gonad dari betina, dan mulai matang pada umur 10 bulan, yaitu berukuran 100 gram. Sedangkan betina mulai matang gonad pada umur 12 bulan, dengan ukuran yang sama.

‘’Apa yang dilakukan di Desa Tamiang dan Desa Bukit Batu sangatlah bagus. Untuk mengembangbiakan kedua jenis ikan itu. Bisa memberikan penambahan ekonomi masyarakat,’’ terangnya.

Kepala Dinas Perikana dan Kelautan, Prof Dr Ir H Irwan Effendi MSc, menjelaskan, budidaya ikan di sungai dan danau memang harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan alam. Begitu juga dengan program menebar benih ikan.

Menurut dia, menebar benih ikan merupakan  upaya penanaman kembali ikan-ikan diperairan umum. Tujuannya adalah untuk meningkatkan populasi ikan dengan harapan gizi masyarakat bisa bertambah karena terpenuhinya kebutuhan konsumsi ikan.
Dengan membudidayakannya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi perikanan dimasa mendatang.  Dalam usaha budidaya perikanan selais, sambungnya, benih merupakan faktor sangat menentukan. Terutama, ketersediaan benih yang tepat dan berkualitas.

Dari penuturannya, budidaya ikan belum banyak dilakukan karena penyediaan benihnya masih tergantung dari penangkapan perairan umum. Menurutnya, penyediaan benih merupakan mata rantai pertama kegiatan budidaya ikan yang sangat penting dilakukan.

‘’Untuk pengembangan budidaya intensif dituntut ketersediaan yang memadai, baik dalam mutu maupun jumlahnya. Dengan demikian dibutuhkan produksi benih yang berkesinambungan. Ketersediaan benih merupakan faktor mutlak dalam usaha budidaya ikan. Kekurangan benih merupakan kendala bagi peningkatan produksi ikan,’’ jelasnya.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province