KABUPATEN Kerinci, Jambi, adalah “surga” tropis yang eksotis yang belum banyak diekplorasi. Keindahan alam hingga ragam budayanya, menjadi daya tarik bagi siapapun. Sayangnya, untuk bisa mencapai daerah ini, memang perlu nyali tersendiri.
Selain jalan yang berliku dan median yang sempit, tiga akses jalan dari Solok dan Tapan (Sumatera Barat), serta Bangko (Jambi) juga rawan longsor.
Perjalanan darat dari Solok, akan memakan waktu sekitar 4-6 jam (sekitar 315 Km) untuk mencapai daerah penghasil kayu manis (casiavera) terbesar di Sumatera yang diguncang gempa dahsyat pada Oktober 1995 ini.
Dari Simpang Lubuk Selasih, kita akan melewati perkebunan teh yang dikelola PTPN VI hingga Danau Kembar (Danau Diatas dan Danau Dibawah). Pemandangan dari sini sangat indah yang berada di tengah Bukit Barisan. Hamparan hijau kebun teh, tanaman sayuran, air terjun yang ada di sepanjang jalan dan bukit-bukit yang indah akan menemani perjalanan hingga ke Alahan Panjang, salah satu sentra produksi sayur Sumatera Barat selain Bukittinggi dan sekitarnya.
Perjalanan dengan jalan berkelok dan berliku ini terus memanjang hingga kita melewat kota kabupaten seperti Muara Labuh maupun kota-kota kecil seperti Leter W, Bidar Alam dan lainnya sebelum sampai ke Kayu Aro, sebuah hamparan kebun teh tertua di Indonesia di kaki Gunung Kerinci.
Akses lainnya untuk sampai ke Kerinci adalah dari Bangko dengan jalan yang lebih sempit dan kecil yang mengikuti sepanjang aliran sungai Batang Merangin yang berhulu dari Danau Kerinci.
Perjalanan darat dari arah ini cukup melelahkan karena pengendara harus ekstra waspada. Bukit-bukit yang rawan longsor dan berada di tubir sungai yang sangat dalam, membuat rute ini rawan kecelakaan. Namun bagi wisatawan dari Jakarta yang ingin naik ke Gunung Kerinci dengan perjalanan darat, mau tak mau harus melewati jalur ini.
Satu lagi akses dari selatan, bagi mereka yang datang dari Bengkulu atau Pesisir Selatan (Sumbar), yakni jalur Tapan-Sungai Penuh yang berjarak 62 Km. Jalur ini dianggap paling “mengerikan” karena selain berada di ketinggian hampir 2.500 m dari permukaan laut, jalannya sangat sempit, rawan longsor dan jarang kendaraan lewat.
Biasanya, kendaraan dari Tapan atau dari Sungai Penuh yang lewat, memilih berkonvoi karena sepanjang jalan tak ada perumahan penduduk. Riau Pos pernah melewati dua jalur ini, dan merasakan bagaimana tantangan sekaligus keindahan perjalanan di dua jalur berbeda dengan tujuan sama.
Namun bagi kita yang di Riau, dengan dibukanya penerbangan Riau Air Line rute Pekanbaru-Jambi-Sungai Penuh, berakhir pekan ke daerah ini kini menjadi amat mudah. Dijamin, Anda akan mendapatkan “surga” yang lain yang selama ini tak pernah terbayangkan.
Objek Wisata Menawan
Setiba di Kerinci, kita akan melihat sebuah surga yang menawan, dengan keelokan alam, plus peninggalan-peninggalan bersejarah di masa lalu. Beragam flora dan fauna langka yang dilindungi berada di tanah ini, yakni di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Selain di Kerinci, wilayah TNKS juga berada di Bengkulu (Muko-muko) dan Sumbar (Pesisir Selatan)
Secara topografi, hanya 50.6 persen tanah Kerinci dimanfaatkan sebagai kawasan produktif dan ditempati penduduk, sedangkan 49.4 persen menjadi kawasan TNKS. Daerah yang dihuni penduduk (Sungai Penuh dan sekitarnya) terlihat seperti berada dalam kuali, dan di seluruh penjuru mata angin dikelilingi bukit (Bukit Barisan).
Ada beberapa gunung yang ada di Kerinci. Yakni Gunung Kerinci (3.800 meter), Gunung Patah Sembilan (1.817 meter), Gunung Sumbing (2.507 meter), Gunung Masuarai (2.935 meter), dan Gunung Seblat (2.363 meter). Secara umumnya Kerinci beriklim tropis dengan suhu rendah, kerana dipengaruhi oleh udara pergunungan dengan limpahan sinar matahari sekitar 9 jam sehari. Rata-rata suhu di daerah ini berkisar antara 18°C hingga 26°C.
Gunung Kerinci sendiri adalah simbol dari kemegahan, keindahan dan sekaligus misteri. Di kaki gunung inilah tersebar mitos tentang “Orang Pendek” yang diyakini memang ada di sana. Selain itu, Gunung Kerinci adalah salah satu gunung yang sangat menarik bagi pendaki dari berbagai daerah.
Almarhum Norman Edwin, salah seorang pendaki terkenal Indonesia yang meninggal di Pegunungan Aconcagua (Argentina) tahun 1992, pernah mengatakan bahwa Kerinci adalah salah satu gunung di Indonesia yang paling sulit ditaklukkannya.
“Ini gunung paling indah dan paling sulit didaki,” kata Edwin ketika itu.
Konon, di puncak gunung ini sering turun hujan salju. Dan ketika berada di puncak gunung ini, terasa bisa melihat seluruh daratan Sumatera, karena Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera.
“Saya pernah naik di beberapa gunung di Sumatera dan Jawa, namun berada di puncak Kerinci, kita serasa berada di dunia lain. Dunia yang tenang dan membuat kita bisa merenung tentang kebesaran alam ciptaan Tuhan,” ujar Zurianto Absar, warga Lirik (Indragiri Hulu) yang juga alumni Fakultas Ekonomi Universitas Eka Sakti, Padang.
Di lereng gunung ini, terdapat perkebunan Teh Kayu Aro dengan luas 3.050 Hektar yang berada di ketinggian lebih dari 1.500 meter dari permukaan laut (dpl), dan merupakan perkebunan teh dengan hamparan terluas di dunia yang di kelola oleh PT Perkebunan Nusantara VI. Perkebunan teh ini adalah perkebunan tertua di Indonesia, dibuka antara tahun 1925 dan tahun 1928 oleh perusahaan Belanda, Namblodse Venotschaaf Handle Vereniging Amsterdam (NV HVA).
Teh di tempat ini mulai ditanam 1929 dengan varietas spesifik, ditanam asli dari biji teh. Empat tahun kemudian, 1932, perusahaan Belanda itu membangun pabrik teh di Bedeng VIII Kayu Aro dengan kapasitas produksi 90 ton pucuk teh per hari, dan kapasitas terpasang 100 ton. Pabrik Teh Kayu Aro hingga kini merupakan pabrik teh terbesar di dunia yang masih aktif dan merupakan pabrik teh tertua di Indonesia. Teh produksi Perkebunan Teh Kayu Aro hingga kini merupakan teh hitam terbaik di dunia.
Selain perkebunan teh Kayu Aro, di lereng Gunung Kerinci adalah sentra sayur terbesar di Provinsi Jambi, yang memasok hampir seluruh kebutuhan sayur di provinsi itu, juga provinsi lain seperti Sumatera Selatan dan Bengkulu.
Berada di Kerinci, kita akan kekurangan waktu untuk menikmati keindahan alamnya. Karena semakin lama kita di sana, akan semakin ingin kita tinggal lebih lama lagi.***
Ditulis oleh: Harry B. Kori'un
Terbit di Riau Pos
0 komentar:
Posting Komentar