Minggu, 06 Februari 2011

Save The Earth: Menelisik Potensi Labi-labi


Labi-labi (Amyda Sp), merupakan hewan bercangkang lunak yang bernilai ekonomis tinggi. Perkilogram hidupnya dihargai Rp 35-50 ribu. Bahkan kalau diekspor harganya mencapai Rp 200 ribu. Selain itu, hewan ini mengandung Omega 3 (EPA dan DHA), zat penting untuk kecerdasan dan lecithin, zat yang berfungsi sebagai obat untuk hepatitis, Alzheimer atau pikun akut dan lainnya.


Laporan ANDI NOVIRIYANTI, Perawang andinoviriyanti@riaupos.com

KOLAM berair keruh, siang itu, Selasa (1/2) tampak tenang tanpa riak. Seolah tidak ada sumber-sumber kehidupan di dalamnya. Padahal 58 ekor labi-labi dengan rasio 40 persen jantan dan 60 persen betina hidup di sana. Nun didalam lumpur-lumpur kolam. Labi-labi seolah terlalu enggan untuk menyapa tim Riau Pos For Us yang datang berkunjung. Padahal hari itu telah dijadwalkan sebagai waktu pemotretan bagi hewan bergigi tajam tersebut
Begitu juga saat Jamhur (45) petugas di kolam itu memberi umpan 2,5 kg usus ayam untuk diumpankan kepada hewan sebangsa kura-kura (ordo Testudinata) ini. Makhluk lunak ini seolah tak bergeming. Namun berlahan hasilnya pun terlihat, beberapa ekor labi-labi menongolkan kepalanya ke permukaan air yang keruh untuk melahap usus-usus ayam tersebut. Tapi hanya kepala dan sejenak saja. Dengan bergegas mereka kembali menyembunyikan dirinya yang kecoklatan tersebut.

“Jadwal makanya pukul tujuh pagi dan pukul setengah enam. Bahkan kalau sore pukul segitu, mereka datang menyambut makanan dari tangan saya sendiri tanpa takut,” ujar Jamhur, meredakan tanda tanya tim Riau Pos For Us yang dicuekin labi-labi.
Kolam yang terletak tak jauh dari depan Gedung Research and Development Sinar Mas Forestry, Perawang, tersebut merupakan kolam uji coba pe-ngembangan budidaya labi-labi. Hasil kerja sama Sinar Mas Forestry dan LSM Siak Cerdas.
Menurut Ari Rosadi, environmental chief officer – flagship conservation project Sinar Mas Forestry, tidak munculnya labi-labi tersebut karena labi-labi merupakan hewan sensitif. “Labi-labi paling susah untuk didekati terutama pada siang hari. Itu karena hewan ini sangat sensitif dengan manusia. Setiap ada manusia yang me-ndekat maka dia akan menyembunyikan dirinya di dalam lumpur,” ceritanya.
Bahkan karena sifatnya yang takut dan sensitif terhadap manusia ini menbuat fotografer Riau Pos harus uring-uringan saking susahnya makhluk nocturnal ini muncul ke permukaan kolam untuk di foto.
Uji coba pembibitan dan pembesaran labi-labi yang telah dirancang sejak 2009 lalu. Menurut Yuyu Arlan, Manager flagship conservation project, bahwa program pengembangan labi-labi tersebut sebagai upaya untuk pemberdayaan masya-rakat di kawasan Cagar Biosfer GSK-BB. “Di CB GSKBB termasuk salah satu habitat labi-labi. Labi-labi tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup prospectable. Nilai jualnya cukup tinggi, apalagi bila diekspor. Selain itu, sekarang kita bersama LIPI tengah meneliti kandungan Omega 3 nya yang sangat penting sebagai zat kecerdasan bagi anak,” terangnya.
Selain Omega 3, minyak lemak labi-labi juga diduga mengadung lecithin dengan jumlah kandungan 1.500 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan lecithin pada tumbuhan (nabati). Lecithin merupakan zat yang berfungsi sebagai pemecah kolesterol dalam darah, membantu kelancaran suplai energi ke sel sel otak, mencegah asterioclerosis, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap virus. Bahkan lecithin bisa membantu mengatasi gangguan memori, seperti pada penyakit Alzheimer atau pikun akut.
Khasiat yang dimilikinya tersebut membuat labi-labi banyak dicari masyarakat. Seperti yang ditemukan oleh tim Riau Pos For Us di Pasar Bawah Pekanbaru Sabtu (29/1). Di depan sebuah apotik Tionghoa, Ujang (37) duduk menjaga dagangannya berupa kura-kura, kodok dan labi-labi. “Penjual labi-labi hanya saya sendiri di sini,” ungkapnya sembari me-mbuka karung penutup labi-labi. Ujang mendapatkan he-wan sejenis reptile ini dari para nelayan yang menangkapnya secara bebas di alam terutama dari sungai di sekitaran Pekanbaru. “Seperti dari Sungai Sail,” sahutnya.
Namun bagi pembeli yang berminat terhadap hewan ini harus datang pagi-pagi sekitar pukul tujuh pagi. Sebab labi-labi bukan hanya dibeli eceran oleh masyarakat. Restoran-restoran pun juga turut menjadi pelanggan Ujang untuk menyajikan menu labi-labi.
Diantaranya adalah Restoran Anom. Meskipun mengaku tidak mamasukkan menu labi-labi sebagai menu utama restoran ini. Namun jika ada tamu yang ingin dimasakan menu labi-labi maka pihak restoran akan memasakkannya.
“Untuk labi-labi ukuran 7 kg, kami bisa mendapatkan 15 porsi soup labi-labi dengan harga per porsi Rp 70 ribu,” ujar Liliana Hidjrat (30) perwakilan manager restoran Anom.
Lili juga menjelaskan bahwa restorannya tidak menyediakan daging labi-labi khusus untuk dijadikan menu tetap. Tapi justru tamulah yang membawa labi-labi ke restoran tersebut untuk minta dimasakkan.
“Biasanya tamu sudah datang membawa langsung labi-labinya, kami hanya tinggal memasakkan,” ungkap lili.
Namun Saat ini labi-labi masih diburu secara bebas oleh masyarakat di alam bebas. Mes-kipun saat ini jumlahnya di alam cukup banyak terutama di habitatnya Cagar Biosfer Giam Siak Kecil (CB GSK). Namun jika masyarakat terus memburunya maka tidak mungkin kemudian labi-labi juga akan menjadi kritits dan langka.
“Oleh karena itu, melalui uji coba pembenihan dan pembesaran labi-labi ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi labi-labi jika dibudidayakan atau dikem-bangbiakan tanpa merusak keberadaannya di alam,” jelas Syarial Acong (40) dari yayasan Siak Cerdas.
Semoga, kita dapat memaksimalkan karunia Tuhan ini.(tya-gsj/ndi)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province