Minggu, 26 Juni 2011

Save The Earth: Bakau Muara Sungai Kembung Warisan Turun Temurun

Bakau Muara Sungai Kembung Warisan Turun Temurun

ERWAN SANI/RIAUPOS
PERTAHANKAN BAKAU :Warga Dusun Parit Satu berupaya mempertahankan mangrove di sekitar Muara Sungai Kembung agar tetap lestari.
Di kiri-kanan kuala sungai terkenal dalam di Pulau Bengkalis dan lebatnya hutan bakau ini benar-benar menyejukkan mata. Ribunan pohon bakau berjejer menghijau sebagai pembatas bibir Sungai Kembung dengan air. Begitu juga di bibir teluk terlihat berdiri dengan kokohnya batang perpat, api-api, rerumpunan nipah dan berembang dipinggir sesai.
Laporan ERWAN SANI, Bengkalis 
erwansani@riaupos.com

Pukul 09.00 WIB Riau Pos tiba di rumah Atah Sani (60) warga RT 07 RW 05 Kampung Teluk Pambang. Saat itu sudah menunggu Hamzani, Johar dan Afrizal yang sibuk menyiapkan perbekalan dan perlengkapan lainnya seperti parang, kapak dan air minum untuk dibawa saat melakukan perjalanan menuju tengah hutan bakau nantinya.
Setelah beberapa menit mengobrol dengan tokoh masyarakat dusun tertua di Kampung Teluk Pambang dikenal dengan Dusun Parit Satu. Kemudian Riau Pos langsung menaiki sepeda motor milik Johar yang saat itu sengaja disediakan untuk membawa sampai ke tujuan yang diinginkan. Perjalanan yang semula melintasi aspal beton berubah menjadi tanah hitam dan bergambut di sana sini banyak potongan pohon kayu dan akar kayu yang menyembul di badan jalan.
Walaupun kondisi jalan memprihatinkan dengan cekatan Johar mengemudi sepeda motor untuk mengikuti ruas jalan yang beralur dan berkelok-kelok sekitar 20 centimeter di tengah badan jalan. Alur tersebut merupakan bekas atau lintasan sepeda motor masyarakat yang turun ke pesisir pantai Selat Malaka untuk mencari ikan.
‘’Pegang kuat siket, kang jatuh pulak. Jalan tak elok ni bedonggol-donggol, maklumlah baru digali,’’ kata peringatan itu keluar dari mulut Johar kepada Riau Pos, yang saat itu berboncengan dibelakang jok sepedamotornya.
Saat itu sepedamotor yang diboncengi Riau Pos terasa terhenyak-henyak dan berbelok-belok, yang dibonceng harus bepegangan erat pada pundak Johar saat itu. Kondisi itu terjadi karena Johar berupaya mengelak lubang dan juga akar dan sisa pepohonan yang sudah mengering di badan jalan saat itu. Setelah berjalan sekitar 15 menit dan kecepatan sepedamotor hanya 10-20 kilometer per jam, sentak Johar menghentikan sepedamotor dan diikuti dua sepedamotor lainnya, yang dikemudi Atah Sani dan juga Afrizal.
‘’Kita bisa naik honda (sepeda motor, red) sampai disini aje. Dan selebihnya kita berjalan kaki, karena jalan belum bisa dilewati pakai honda de,’’ jelas Atah Sani sambil turun dan memegang parang di tangannya dan menuju ke arah timur menelurusi jalan tanah hitam dan masih basah.
Setelah memarkirkan sepeda motor, empat warga parit  itu membawa Riau Pos menempuh jalan yang cukup melelahkan dan jalan dilalui merupakan jalan tanah yang tidak rata. Sepanjang perjalanan hanya nampak hutan belukar dan diselingi  sisa batang niyur dan sesekali daunnya yang kehijauan melambai-lambai karena diterpa angin.
Berjalan kaki sekitar 10 menit, belum juga ada tanda dari warga Parit Satu Kampung Teluk Pambang membicarakan kalau sudah sampai ke tujuan yang diinginkan, yaitu lebatnya hutan bakau di bekas Kampung Tualang dan Anak Sungai Kembung.
‘’Masih lumayan jauh, tapi sekejap lagi kita sampailah ke hutan bakau yang ditengok tu,’’ kata Hamzani yang akrab dipanggil Ani kepada Riau Pos saat itu. Sambil membersihkan sisa-sisa ranting dan akar kayu di tengah jalan yang baru dibangun, tak terlihat keletihan sedikitpun dari wajah empat warga kampung ini. Kaki mereka terus melangkah dengan cepat seakan tak ada batas untuk berhenti. Sambil berjalan, Hamzani berujar, jalan ini dibangun pemerintah awal tahun 2011 ini. Akan tetapi  sebelumnya merupakan usaha warga parit satu dan kebetulan turun ke dalam hutan belukar darat dan bakau untuk merintis pembuatan jalan.
Termasuk dirinya bersama Atah Sani yang diketahui banyak tahu tentang sejarah berdirinya perkampungan tua di Kampung Pambang tersebut. ‘’Jalan ini sengaja kita minta kepada pemerintah. Dengan adanya jalan ini agar bisa  membelah lahan tidur yang sudah ditumbuhi semak belukar dan bisa menjangkau hutan bakau peninggalan nenek moyang kita sejak dulu yang akan kita lihat ini,’’ ungkapnya mengenang keinginan mereka saat membuka jalan baru tersebut.
Perjalanan semakin jauh, akhirnya terlihat pucuk-pucuk bakau menghijau menjulang kearah langit dari kejauhan. Kemudian terlihat berjaras pohon-pohon bakau lainnya di kiri-kanan jalan. Pohon Bakau, belukap, Sesup, Boseng, Nyirih, Tumu dan Cingam,  dengan diameter besar terjaga dan tak disentuh oleh tajamnya kapak dan chainsaw.       ‘’Tengoklah pak, batang bakau disini beselego (besar dan tumbuh berbaris rapi,red) dan selama ini tak pernah dijamah orang, karena lokasinye jauh dan sulit dijangkau,’’ jelas Ani lagi.
Diameter bakau dan sejenisnya berkisar 30-60 inchi ini benar-benar seperti terawat karena anakkan bakau yang ada di bawahnya juga tumbuh subur dan tak pernah dijarah para pencari kayu bakau.  ‘’Dulu batang bakau besar-besar ini habis kena tebang untuk buat arang, tapi sekarang tidak lagi. Karena orang tak berani masuk ke daerah sini, karena mereka tahu ini milik warga Parit Satu,’’ ujar Johar dan Afrizal saat itu.
Setelah menikmati tinggi besar dan menjulang tinggi pohon bakau dan sejenisnya di kiri kanan jalan akhirnya Riau Pos tiba di penghujung jalan yang ternyata berada tepat di Kualau Sungai Kembung dan berada dibibir teluk Tualang dan Tanjung Sedekip.
‘’Kuala sungai ini membuat orang betah. Apelagi dekat sini teduh dan sejuk sebab batang bakaunye daunnye lebat. Dan dekat sinilah orang banyak mancing,’’ jelasnya.’’Kami bersama warga dusun parit satu dah sepakat untuk tak menebang bakau. Kalaupun menebang hanya di sungai-sungai kecil lainnya. Sebab masih banyak warga kita menggantungkan diri pada hutan bakau ini,’’ jelasnya sambil duduk di atas akar bakau di pinggir Sungai Kembung.
100 Hektare
Dipertahankan
Mempertahankan hutan bakau untuk daerah pesisir pantai terutama daerah kepulauan seperti di Kabupaten Bengkalis tentunya menjadi keharusan. Selain mencegah abrasi akibat ganasnya gelombang Selat Melaka juga upaya mempertahankan biota yang ada di dalam hutan bakau. Karena hutan bakau terkenal sebagai tempat bertelurnya ikan, kepiting dan seafood lainnya. Selain itu berdasarkan kajian lingkungan hutan bakau juga termasuk hutan basah banyak menyimpan karbon.
Dengan hal-hal tersebut, masyarakat Dusun Setia Kawan Kampung Teluk Pambang tepatnya di RT 07 dan 08 RW 05 berupaya mempertahankan 100 hektare lahan mangrove untuk cagar alam untuk diwariskan ke anak cucu. Perluasan lahan tersebut tersebar dari muara Sungai Kembung hingga ke Tanjung Sedekip.    ‘’Kalau di taksirkan lahan bakau dengan pohon sebesar 30-60 inchi ini tersebar dari Muara Sungai Kembung, Teluk Tualang hingga Tanjung Sedekip. Dan hutan ini belum dijamah masyarakat dan tak berani menebangnya. Jadi ini rencana kita bersama untuk dipertahankan, agar bisa diwariskan ke anak cucu nantinya,’’ kata Atah Sani kepada Riau Pos.
Sebenarnya upaya untuk melestarikan hutan bakau sudah dilakukan masyarakat tempatan, salah satunya dengan menanam kembali anakkan bakau di lahan-lahan tidur di sepanjang bibir pantai dan anak sungai di Teluk Pambang. ‘’Untuk di daerah kita ini, hampir semua lahan tidur yang terendam air masin sekarang sudah di tanam batang bakau. Hanya saja sekarang sudah ada memanennya dan adapula dibiarkan besar begitu saja. Kalau di lahan saya sengaje tak di tebang-tebang, sekarang sudah besar-besar. Rate-rate dah due sampai tige inchi,’’ jelasnya.
Agar lahan bakau tetap lestari, dirinya bersama warga lainnya berupaya mempertahankan lahan seluas 100 hektare lebih yang berada dipinggir muara Sungai Kembung hingga Tanjung Sedekip.    ‘’Luas hutan bakau yang masih perawan dan belum dijamah oleh warga sekitar 100 hektare membentang dari pinggir muara Sungai Kembung, Tualang hingga tanjung sedekip. Cobalah tengok batang bakau yang menjulang tinggi ini. Rata-rata semuanya sebesar itu,’’ tunjuk Atah Sani ke salah satu pohon Bakau dan juga Sesup di pinggir jalan yang baru mereka buka.Ingin Jadikan Wisata Bakau dan Taman Pancing
Sampai sekarang campur tangan pemerintah untuk pengembangan hutan bakau sebagai penghasilan bagi masyarakat belum jelas.  Sehingga masyarakat hanya bisa berupaya untuk menebangi hutan bakau untuk memenuhi keperluan hidup. ‘’Kita ada hutan bakau, tapi kita hanya bisa mengambil hasil hutannya terutama menebang batang bakau dan di jual ke pemilik panglong arang. Atau menjualnya kepada penadah untuk dibawa ke negeri jiran Malaysia,’’ jelas Atah Sani.
Di dalam hutan bakau pinggir Muara Sungai Kembung, Tualang dan Tanjung Sedekip, menurut Atah Sani, hidup berbagai jenis binatang. Mulai dari keluang, elang, pelanduk, rusa dan ada juga buaya. Sedangkan untuk jenis lainnya.   ‘’Tapi yang paling banyak itu keluang (kelelawar besar, red). Dan ada salah satu batang bakau menjadi tempat bergantung mereka pada siang hari untuk tidur,’’ jelasnya.
‘’jadi ini bisa dijadikan andalan wisata kita,’’ tegasnya.(new)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province