Sebelas “Pohon Kehidupan”
KALPATARU: Masriadi penggagas Yayasan Pelopor Sehati menerima penghargaan kalpataru dari Presiden baru-baru ini.
mashurikurniawan@riaupos.co.id
Kategori Pengabdi Lingkungan
Kesederhanaan Soleman Ngongo (40) warga Desa Tematana, Kecamatan Wawena Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur Soleman begitu menarik perhatian. Tanpa menggunakan alas kaki, pria yang menerima kalpataru kategori pengabdian lingkungan ini memasuki istana negara, Jakarta. Tapi bukan itu yang lantas membuatnya menerima penghargaan tertinggi dibidang lingkungan tersebut.
Pengabdian panjang Soleman selama 40 tahun menjaga 240 pintu air primer, 140 sekunder dan 160 pintu air tersier di desanya telah membuah Kalpataru. Bukan hanya menjaga kelancaran mengalirnya air. Soleman juga aktif melakukan program penanaman 2 juta pohon di kawasan sumber air. Hasilnya, sumber air di kawasannya dapat mengairi sawah seluas 2.347 haktare.
Selain Soleman ada dua lagi penerima kalpataru kategori pengabdi lingkungan lainnya. Kategori ini diberikan kepada para petugas lapangan, yang telah menunjukkan pengabdian yang luar biasa dalam upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup.
Dua orang tersebut adalah Surjadi yang berasal dari Bangli, Bali. Ia merupakan penyuluh penghijauan yang menyelamatkan hutan hak adat Langgahan seluas 10 hektare, hutan rakyat 300 hektare dan usaha peternakan 508 ekor sapi. Ia Juga melakukan pembuatan pupuk organik dengan produksi 4 ton/hari dan terowongan sepanjang 10 Km yang mengaliri sawah seluas 25 hektare.
Kemudian, adalah Sudarli, warga Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Sudarli telah merehabilitas kawasan karts (kapur) di pegunungan Sewu yang gersang selama 19. Ia melaksanakan konservasi Mata Air Mendolo dengan menanam pohon di area seluas 241 hektare.
Kategori Perintis Lingkungan
Sementara penerima Kalpataru kategori perintis lingkungan terdiri dari empat orang. Kategori ini dianugerahkan kepada penduduk Indonesia yang berhasil mengembangkan dan membina lingkungan hidup. Ia merupakan penggagas kegiatan yang menonjol dan belum ada di daerah tersebut.
Penghargaan ini diberikan kepada Sugiarto, warga Desa Cowek, Jawa Timur. Jasanya adalah penanaman pohon yang dilakukannya di area seluas 475 hektera pada 23 titik sumber mata air di hulu sungai Welang dan 14 anak sungai lainnya.
Upayanya tersebut berhasil menaikkan debit sumber mata air untuk konsumsi 7.251 jiwa, mengairi 246 hektare sawah dan 1.098 hektare perikanan air payau serta budidaya pakan 312 ekor sapi. Ia telah memulai pelestarian lingkungan ini sejak tahun 1994.
Selanjutnya ada Marmis Asid (33) warga Sumatera Barat. Ia telah Menghidupkan kearifan lokal Pasaman melalui Rimbo Larangan seluas 300 hektare. Selain itu, ia juga berhasil membudidayakan 1.000 pohon aren untuk penyelamatan hutan Gunung Talamau dan perbaikan ekonomi masyarakat
Ketiga adalah Lulut Sri Yuliani, wanita dari Jawa Timur. Lulut adalah aktivis lingkungan dan pendesain motif batik mangrove. Ia telah aktif sejak tahun 1996, menanam hutan bakau di sekitar rumahnya. Hingga mendirikan Forum Peduli Lingkungan. Kemudian pada tahun 2006 ia mulai mengolah buah mangrove menjadi sabun cair, shampo, dan sirvega (pencuci batik).
Kategori Penyelamat Lingkungan
Selain kepada individu yang memiliki jasa-jasa kongkrit terhadap lingkungan. Penghargaan kalpataru lainnya diberikan kepada kelompok atau organisasi yang juga menjadi penyelamat lingkungan. Mereka mendapat penghargaan yang disebut dengan kategori penyelamat lingkungan.
Tiga kelompok masyarakat yang menerima penghargaan ini antara lain, Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara Serangan Denpasar Selatan, Bali. Kelompok ini telah berhasil membuat kebun terumbu karang seluas 5 hektare dengan 20.000 spesies karang, sejak tahun 2003. Mereka juga mensinergikan terumbu karang tersebut dengan budi daya soft coral, ikan hias gobi dan kuda laut, membuat karang buatan yang dibentuk dari campuran semen, batu apung, dan mill.
Kelompok berikutnya adalah Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Hakim, Kediri, Nusa Tenggara Barat. Ini merupakan pondok pesantren yang berbasis lingkungan. Upaya yang telah dilakukan oleh Tuan Guru Shafwan Hakim (pimpinan Ponpes Nurul Hakim) beserta santri-santrinya terhadap penyelamatan lingkungan sangat beragam.
Upaya itu adalah membangun 50 sentral pembibitan, mendistribusikan 5.000.000 bibit pohon, menanam 605.942 pohon, membangun pertanian ramah lingkungan, kegiatan Jumat bersih, pelatihan pengolahan sampah organik, sekolah sahabat sungai, Da’i lingkungan serta penerbitan buku Menjaga Kelestarian Hutan.
Riau juga harus turut berbangga, sebab sekelompok anak kemanakannya telah berhasil menyelamatkan Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, seluas 570 hektare. Mereka adalah Yayasan Pelopor Sehati, Padang Mutung, Kampar. Bukan hanya itu, yayasan ini juga telah menanam 36.000 pohon, 100.000 rumpun rotan dan pembibitan 80.000 pohon meranti pada lahan seluas 150 hektar di lokasi hutan larangan adat tersebut.
Kategori Pembina Lingkungan
Penghargaan kategori ini disematkan kepada para pemimpin (daerah, perusahaan ataupun instansi) yang telah berhasil melakukan pembinaan lingkungan pada masa jabatannya. Para penerima kategori ini di tahun sekarang adalah Aang Hamid Suganda, Bupati Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Perjuangannya dalam menjadikan Kabupaten Kuningan menjadi kabupaten konservasi, asri, hijau, dan berbunga dianggap telah berhasil. Program-programnya antara lain: penetapan Kebun Raya (175,312 ha), pengusulan Gunung Ceremai menjadi Taman Nasional (15.500 ha), Program Pengantin Peduli Lingkungan (Pepeling), pengembangan 10 Hutan Kota, pengembangan ruang terbuka hijau (25.720.89 ha), pembangunan embung dan rehabilitasi Situ (801.187 ha), dan program Siswa Baru Peduli Lingkungan (Seruling)
Berikutnya ada Krido Supriyatno, Camat Berbah, Yogyakarta. Ia gigih dalam membentuk 43 kelompok masyarakat yang kemudian digerakkan menanam 112.550 pohon di atas lahan kritis seluas sekitar 281 hektare. Menata 339 hektare lahan kritis bekas galian C, pembinaan 25 hektare hutan rakyat, dan penyelamatan kawasan daerah aliran sungai (DAS) di Sungai Kuning, Sungai Opak, dan Sungai Mruwe.
Selain sebelas para penerima kalpataru tersebut, Presiden juga memberikan penghargaan lainnya, yaitu Anugerah Adipura kepada 63 kabupaten/kota dan penghargaan Adiwiyata Mandiri untuk 21 sekolah peduli lingkungan. (tya-gsj/int)
Kategori Pengabdi Lingkungan
Kesederhanaan Soleman Ngongo (40) warga Desa Tematana, Kecamatan Wawena Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur Soleman begitu menarik perhatian. Tanpa menggunakan alas kaki, pria yang menerima kalpataru kategori pengabdian lingkungan ini memasuki istana negara, Jakarta. Tapi bukan itu yang lantas membuatnya menerima penghargaan tertinggi dibidang lingkungan tersebut.
Pengabdian panjang Soleman selama 40 tahun menjaga 240 pintu air primer, 140 sekunder dan 160 pintu air tersier di desanya telah membuah Kalpataru. Bukan hanya menjaga kelancaran mengalirnya air. Soleman juga aktif melakukan program penanaman 2 juta pohon di kawasan sumber air. Hasilnya, sumber air di kawasannya dapat mengairi sawah seluas 2.347 haktare.
Selain Soleman ada dua lagi penerima kalpataru kategori pengabdi lingkungan lainnya. Kategori ini diberikan kepada para petugas lapangan, yang telah menunjukkan pengabdian yang luar biasa dalam upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup.
Dua orang tersebut adalah Surjadi yang berasal dari Bangli, Bali. Ia merupakan penyuluh penghijauan yang menyelamatkan hutan hak adat Langgahan seluas 10 hektare, hutan rakyat 300 hektare dan usaha peternakan 508 ekor sapi. Ia Juga melakukan pembuatan pupuk organik dengan produksi 4 ton/hari dan terowongan sepanjang 10 Km yang mengaliri sawah seluas 25 hektare.
Kemudian, adalah Sudarli, warga Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Sudarli telah merehabilitas kawasan karts (kapur) di pegunungan Sewu yang gersang selama 19. Ia melaksanakan konservasi Mata Air Mendolo dengan menanam pohon di area seluas 241 hektare.
Kategori Perintis Lingkungan
Sementara penerima Kalpataru kategori perintis lingkungan terdiri dari empat orang. Kategori ini dianugerahkan kepada penduduk Indonesia yang berhasil mengembangkan dan membina lingkungan hidup. Ia merupakan penggagas kegiatan yang menonjol dan belum ada di daerah tersebut.
Penghargaan ini diberikan kepada Sugiarto, warga Desa Cowek, Jawa Timur. Jasanya adalah penanaman pohon yang dilakukannya di area seluas 475 hektera pada 23 titik sumber mata air di hulu sungai Welang dan 14 anak sungai lainnya.
Upayanya tersebut berhasil menaikkan debit sumber mata air untuk konsumsi 7.251 jiwa, mengairi 246 hektare sawah dan 1.098 hektare perikanan air payau serta budidaya pakan 312 ekor sapi. Ia telah memulai pelestarian lingkungan ini sejak tahun 1994.
Selanjutnya ada Marmis Asid (33) warga Sumatera Barat. Ia telah Menghidupkan kearifan lokal Pasaman melalui Rimbo Larangan seluas 300 hektare. Selain itu, ia juga berhasil membudidayakan 1.000 pohon aren untuk penyelamatan hutan Gunung Talamau dan perbaikan ekonomi masyarakat
Ketiga adalah Lulut Sri Yuliani, wanita dari Jawa Timur. Lulut adalah aktivis lingkungan dan pendesain motif batik mangrove. Ia telah aktif sejak tahun 1996, menanam hutan bakau di sekitar rumahnya. Hingga mendirikan Forum Peduli Lingkungan. Kemudian pada tahun 2006 ia mulai mengolah buah mangrove menjadi sabun cair, shampo, dan sirvega (pencuci batik).
Kategori Penyelamat Lingkungan
Selain kepada individu yang memiliki jasa-jasa kongkrit terhadap lingkungan. Penghargaan kalpataru lainnya diberikan kepada kelompok atau organisasi yang juga menjadi penyelamat lingkungan. Mereka mendapat penghargaan yang disebut dengan kategori penyelamat lingkungan.
Tiga kelompok masyarakat yang menerima penghargaan ini antara lain, Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara Serangan Denpasar Selatan, Bali. Kelompok ini telah berhasil membuat kebun terumbu karang seluas 5 hektare dengan 20.000 spesies karang, sejak tahun 2003. Mereka juga mensinergikan terumbu karang tersebut dengan budi daya soft coral, ikan hias gobi dan kuda laut, membuat karang buatan yang dibentuk dari campuran semen, batu apung, dan mill.
Kelompok berikutnya adalah Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Hakim, Kediri, Nusa Tenggara Barat. Ini merupakan pondok pesantren yang berbasis lingkungan. Upaya yang telah dilakukan oleh Tuan Guru Shafwan Hakim (pimpinan Ponpes Nurul Hakim) beserta santri-santrinya terhadap penyelamatan lingkungan sangat beragam.
Upaya itu adalah membangun 50 sentral pembibitan, mendistribusikan 5.000.000 bibit pohon, menanam 605.942 pohon, membangun pertanian ramah lingkungan, kegiatan Jumat bersih, pelatihan pengolahan sampah organik, sekolah sahabat sungai, Da’i lingkungan serta penerbitan buku Menjaga Kelestarian Hutan.
Riau juga harus turut berbangga, sebab sekelompok anak kemanakannya telah berhasil menyelamatkan Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, seluas 570 hektare. Mereka adalah Yayasan Pelopor Sehati, Padang Mutung, Kampar. Bukan hanya itu, yayasan ini juga telah menanam 36.000 pohon, 100.000 rumpun rotan dan pembibitan 80.000 pohon meranti pada lahan seluas 150 hektar di lokasi hutan larangan adat tersebut.
Kategori Pembina Lingkungan
Penghargaan kategori ini disematkan kepada para pemimpin (daerah, perusahaan ataupun instansi) yang telah berhasil melakukan pembinaan lingkungan pada masa jabatannya. Para penerima kategori ini di tahun sekarang adalah Aang Hamid Suganda, Bupati Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Perjuangannya dalam menjadikan Kabupaten Kuningan menjadi kabupaten konservasi, asri, hijau, dan berbunga dianggap telah berhasil. Program-programnya antara lain: penetapan Kebun Raya (175,312 ha), pengusulan Gunung Ceremai menjadi Taman Nasional (15.500 ha), Program Pengantin Peduli Lingkungan (Pepeling), pengembangan 10 Hutan Kota, pengembangan ruang terbuka hijau (25.720.89 ha), pembangunan embung dan rehabilitasi Situ (801.187 ha), dan program Siswa Baru Peduli Lingkungan (Seruling)
Berikutnya ada Krido Supriyatno, Camat Berbah, Yogyakarta. Ia gigih dalam membentuk 43 kelompok masyarakat yang kemudian digerakkan menanam 112.550 pohon di atas lahan kritis seluas sekitar 281 hektare. Menata 339 hektare lahan kritis bekas galian C, pembinaan 25 hektare hutan rakyat, dan penyelamatan kawasan daerah aliran sungai (DAS) di Sungai Kuning, Sungai Opak, dan Sungai Mruwe.
Selain sebelas para penerima kalpataru tersebut, Presiden juga memberikan penghargaan lainnya, yaitu Anugerah Adipura kepada 63 kabupaten/kota dan penghargaan Adiwiyata Mandiri untuk 21 sekolah peduli lingkungan. (tya-gsj/int)
0 komentar:
Posting Komentar