Bebaskan Hutan Lindung Bukit Suligi
dari Sawit
Laporan Mashuri Kurniawan Tandun
mashurikurniawan@riaupos.co.id
Hutan Lindung Bukit Suligi berada di kawasan Desa Aliantan, Kecamatan Kabun dan Desa Dayo Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Hamparan hutan tropis basah di atas lahan tersebut merupakan salah satu habitat flora dan fauna di Riau.
Bila masuk ke kawasan hutan lindung itu awalnya masih terlihat suasana asri dan sejuk langsung menyambut. Pepohonan yang rindang dengan batang besar dan tinggi menjulang, banyak terlihat di sepanjang jalan. Pohon meranti berjejer menyambut. Hanya saja pemandangan itu bisa dilihat hanya sebentar saja.
Begitu memasuki jalan tanah kuning selebar empat meter, pepohonan dan jenis tanaman lainnya berubah menjadi lahan perkebunan sawit dan karet. Hamparan perkebunan sawit milik masayarakat dan para pengusaha tersebut begitu menggiurkan bagi pemiliknya. Ribuan hektare kebun sawit yang siap panen itu dan memberikan keuntungan bagi pemiliknya.
Pemandangan lainnya, kayu hasil olahan tanpa pemilik dibiarkan begitu saja di pinggir jalan setapak tanah kuning itu. Raungan mesin chainsaw dari dalam tengah hutan terdengar sayup-sayup. Artinya, masih terjadi pembalakan di dalam kawasan hutan lindung itu sekarang ini.
Pemandangan itu terlihat jelas ketika Riau Pos berkunjung belum lama ini memasuki kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi. Hutan yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan flora dan faunanya justru dijadikan lahan pencari uang. Hutan yang sangat layak untuk dikunjungi karena terdapat didalamnya anak sungai yang memiliki air jernih itu sekarang sudah tidak seindah dahulu lagi.
Hamparan pepohonan hijau menjulang tinggi yang bisa dilihat tahun 1960-an lalu sudah tidak bisa dinikmati lagi keindahannya. Sesuai data dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), dari luas awal hutan Lindung Bukit Suligi di Kecamatan Tandun dan Kabun yang mencapai 25.160,96 hektar.
Saat ini luas hutan tersebut hanya bersisa sekitar 600 hektare lagi. Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, sudah memiliki perencanaan untuk melakukan reboisasi. Ini sebagai bentuk penyelamatkan kawasan dari jarahan oknum tidak bertanggungjawab dialihfungsikan menjadi perkebunan.
Zainal salah seorang warga Desa Aliantan, Kecamatan Kabun menjelaskan, penebangan pohon dilakukan oknum pengusaha yang ingin menambah luas lahan perkebunan sawit mereka. Kayu yang sudah dirambah dibawa dengan mempergunakan truk untuk dibawa ke Sumatera Utara dan Pekanbaru.
Biasanya, kata dia, kayu dibawa pada malam hari. Bahkan ada yang dibawa pagi hari juga ketika petugas tidak ada yang patroli. Hutan ini dahulunya, sambung Zainal, menjadi habitat hewan seperti harimau, monyet, macan tutul, burung murai batu, dan jenis hewan lainnya.
‘’Tahun 1960-an banyak pohon tinggi besar di Hutan Lindung Bukit Suligi.Pemandangannya juga sangat bagus. Alamnya sejuk, air sungai yang mengalir didalamnya menjadi salah satu penarik wisatawan datang. Hanya saja sekarang berubah, pohon sudah tak ada lagi,’’ ungkapnya kepada Riau Pos.
Dari penuturan Zainal, pembukaan kebun sawit itu terjadi sejak tahun 2000-an lalu. Banyak masyarakat dan pengusaha berbondong ke Hutan Lindung Bukit Suligi untuk merambah hutan tersebut. Pertama hanya, lima atau enam orang saja yang membuka lahan secara diam-diam dalam hutan itu.
Namun, seiring dengan waktu banyak masyarakat yang melakukan pembukaan lahan perkebunan sekarang ini. Bunyi suara chainsaw, ungkap Zainal, masih bisa di dengar juga didalam hutan tersebut.
Warga lainnya, Surya (53) menambahkan, hutan itu banyak tumbuh pepohonan buah seperti durian, rambutan dan jenis pohon lainnya. Hanya saja, sekarang sudah tidak bisa ditemukan lagi, habis ditebang.
‘’Hutan sudah banyak beralih fungsi menjadi kebun sawit. Ada juga kebun karet, tapi tidak banyak,’’ ungkapnya.
Surya sangat berharap, pemerintah segera melakukan tapal batas yang jelas kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi itu. Untuk menghindari terjadinya permasalahan dengan masyarakat yang sudah memiliki lahan perkebunan sejak lama.
Bahkan hutan Bukit Suligi yang dikelilingi sejumlah desa di Kecamatan Tandun, seperti Desa Suligi, Tandun, Sei Kuning, Puo Raya, Kumain, Dayo, dan Bono Tapung, termasuk Kecamatan Kabun, seperti Desa Bonca Kusuma, Koto Ranah, dan Desa Aliantan, juga ada sejumlah desa yang masih masuk dalam kawasan hutan lindung.
Dalam rencana penyelamatan hutan lindung Bukit Suligi, kini masuk dalam pembahasan serius Pemkab dengan sejumlah instansi. Pemkab berkonsentrasi, dalam penyelamatan 600 hektare kawasan yang tersisa. Karena, jika dikaji lagi ke belakang, masyarakat sudah menyalahi hukum, sebab mereka sudah berani masuk ke dalam kawasan hutan diklat.
Wakil Bupati Rokan Hulu Ir H Hafith Syukri MM, meminta agar pengawasan hutan lindung dan hutan diklat Bukit Suligi dibawah komando kades setempat. Dimana usaha itu untuk selamatkan sisa hutan 30 persen lagi, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan disatukan, sehingga dua kewenangan tidak timpang tindih.Pemerintah, tegasnya, sangat komitmen dalam pengawasan hutan di Rohul.
Pemerintah juga sangat konsisten mengembalikan fungsi hutan tersebut dan tidak ada tarik ulur lagi. Direncanakan untuk pengaman hutan yang tersisa, hutan dijadikan hutan pendidikan dan pelatihan sertapenelitian.
Bahkan, lanjutnya, di kawasan Hutan Lindung Suligi saat ini ada pembangunan rumah liar yang dijadikan sebagai kegiatan bersenang-senang. Selain itu juga terdapat kebun kelapa sawit. Untuk memfungsikan kembali kawasan Hutan Lindung Suligi, perlu dilakukan koordinasi terpadu lintas sektor, yakni kepolisian, kejaksaan, pemerintah serta komponen masyarakat.
Untuk tahap awal, tertibkan rumah liar tempat hiburan di kawasan hutan. Penertiban ini jelas akan ada aspek hukum dan perlawan dari masyarakat. Itu pentinyanya koordinasi terpadu lintas sektor. Diperlukan juga aktifnya seluruh elemen masyarakat menjaga kawasan hutan alam yang ada.
Dengan demikian, kawasan hutan lindung tetap menjadi hutan lindung. Sedangkan yang telah dirambah akan dikembalikan seperti semula. Diharap, pengembaliannya tidak memakan waktu yang terlalu lama.
Dia juga berpendapat, belakangan ini banjir tak bisa dicegah, semua akibat hutan mulai gundul dan tak mampu menahan air. Sehingga pada musim kemarau, air makin sulit ditemukan masyarakat karena tak ada hutan serapan lagi. Dan dari sekitar 25 ribu hektare luas hutan Bukit Suligi, kini tinggal 2.183 hektare luas hutan diklat.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rokan Hulu, Hen Irpan menjelaskan, Hutan Lindung Bukit Suligi harus mendapatkan perlindungan seluruh elemen masyarakat. Bagaimana hutan lindung bisa dijaga ke alamiannya dan tetap menjadi kawasan hijau milik masyarakat Riau.Dishutbun Rohul, sambungnya, dengan jumlah petugas yang hanya sekitar 30 an orang pihaknya selalu melakukan patroli di Hutan Lindung Bukit Suligi. Hanya, saja dalam pelaksanaannya petugas kucingan dengan perambah hutan. Ketika petugas, datang di lokasi sangat sepi sekali aktivitas.
Namun begitu, pihak Dishutbun Rohul terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk tidak melakukan penebangan dan pembukaan lahan perkebunan sawit. ***
0 komentar:
Posting Komentar