Senin, 19 Maret 2012

Save The Earth: Kehidupan Gajah Sumatera tak Sedamai Kisah Mbun

 ATRAKSI GAJAH: Gajah-gajah yang ada di Pusat Latihan Gajah Minas juga dilatih untuk melakukan atraksi-atraksi. Seperti berdiri di atas meja kecil sambil mengangkat sebelah kakinya.

    Ndit dan Mbun yang menjadi tokoh kartun di halaman For Us Riau Pos menceritakan tentang kehidupan dari anak gajah sumatera dan burung serindit yang terdapat di hutan Riau. Nah, dibalik keceriaan Ndit si anak gajah dengan berbagai cerita menariknya ternyata kehidupan gajah Sumatera penuh dengan luka. Dalam sebulan terakhir ditemukan tiga gajah mati, di Riau.

   Gajah Sumatera dengan nama latin Elephas maximus sumatranus,  termasuk jenis binatang yang berdarah panas. Jadi, jika cuaca dalam keadaan panas maka mereka akan bergerak mencari naungan (thermal cover). Hal Itu bertujuan untuk menstabilkan suhu tubuhnya. Biasanya naungan ini berupa vegetasi hutan yang lebat.
Gajah juga termasuk hewan yang suka hidup berkelompok (gregarius). Nah, ini ditujukan untuk melindungi anggota kelompoknya. Biasanya satu kelompok gajah ini berkisar antara 25 sampai 35 ekor. Namun, ada juga yang berkisar 3 sampai 23 ekor. Variasi jumlah ini biasanya berhubungan dengan musim dan kondisi sumber daya habitatnya termasuk makanan dan luas wilayah jelajah yang tersedia.

   Selain itu, uniknya lagi kelompok gajah Sumatera ini dipimpin oleh satu ekor induk betina yang paling besar. Sedangkan yang jantan dewasa hanya tinggal untuk kawin saja dengan beberapa betina pada periode tertentu saja.

   Nah, dalam melakukan penjelajahan di hutan ini gajah berkomunikasi dengan menggunakan  soft sound yang dihasilkan dari getaran yang ada di pangkal belalainya. Namun, sayangnya populasi gajah Riau kini semakin berkurang.

   “Gajah di Riau ini memang jumlahnya sedikit, menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ungkap M. Taat, Kepala PLG Minas.

   “Ya, seperti yang kita ketahui juga banyak gangguan yang bisa mengurangi jumlah populasi gajah ini, salah satu contohnya gajah mati karena diracun atau juga yang lainnya,” tambahnya lagi.

   Bahkan baru-baru ini juga diberitakan bahwa ada gajah mati di Pelalawan. Seekor gajah Sumatera liar ditemukan mati di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan pada Selasa lalu (6/3).

   Mengutip dari situs media massa, menurut Humas WWF Program Riau Syamsidar hingga Jum’at (9/3) di tempat tersebut sudah ditemukan tiga gajah yang mati.

   Diketahui sementara bahwa gajah tersebut kemungkinan mati akibat racun. Hal ini dikarenakan lokasinya berada di tepi sungai. Hal ini tentu akan berdampak pada populasi gajah Sumatera yang akan semakin berkurang. Diperkirakan kini populasinya hanya tinggal 400 ekor. Dimana 200 ekornya ada di Riau.

   Padahal perkembangbiakan gajah terbatas. Gajah siap untuk berproduksi ketika mencapai umur delapan hingga sepuluh tahun untuk yang betina dan umur 12 hingga15 tahun untuk gajah jantan. Kamudian masa kehamilannya pun cukup lama yakni 19 hingga 21 bulan. Biasanya pun anak gajah yang dilahirkan hanya satu dalam satu kehamilan.

   Tentunya hal ini harus segera diatasi. Karena ini bisa saja berdampak buruk, seperti punahnya gajah Sumatera ditambah lagi dengan perkembangan populasinya yang berjalan cukup lambat. Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah lembaga pemeringkat status spesies-spesies makhluk hidup telah menaikkan peringkat gajah Sumatera dari ‘endangered’ menjadi ‘critically endangered’. Hal ini tentu tidak terlepas dari berkurangnya populasi gajah Sumatera hingga hampir 70 persen dalam satu generasi saja. Sebagai manusia yang sama-sama tinggal di alam, sudah tentu kita harus mencegah terjadinya hal tersebut. (afra-gsj/new)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province