Tanaman indigofera dinilai prospektif untuk meningkatkan kualitas batik di Indonesia. Selain warnanya bagus, indigofera juga aman untuk lingkungan. Pewarna sintesis memang disukai industri batik lantaran murah, praktis, dan lebih cerah. Alasan inilah yang membuat industri batik di Indonesia cenderung menggunakannya meski sudah dilarang sejak tahun 1996.
Pewarna alami ini juga sering dikenal dengan nama pewarna indigo. Di daerah Sunda, tanaman ini dikenal dengan sebutan tarum, sementara masyarakat Jawa lain menyebut dengan tom.
Berdasarkan studi pustaka dan bukti sejarah, diketahui tanaman itu telah dipakai sebagai pewarna di negara-negara Asia Tenggara. Pada abad ke-16, masyarakat India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah membudidayakan indigofera secara besar-besaran.
Bahkan Indonesia sempat menguasai pasaran untuk pemasok zat warna, termasuk warna indigo (biru), ke pasar dunia lewat budi daya indigofera. Semenjak tahun 1897, setelah kemunculan warna sintetis, para pengusaha batik lebih memilih menggunakan pewarna tersebut. (afra GSJ-dac)
Pewarna alami ini juga sering dikenal dengan nama pewarna indigo. Di daerah Sunda, tanaman ini dikenal dengan sebutan tarum, sementara masyarakat Jawa lain menyebut dengan tom.
Berdasarkan studi pustaka dan bukti sejarah, diketahui tanaman itu telah dipakai sebagai pewarna di negara-negara Asia Tenggara. Pada abad ke-16, masyarakat India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah membudidayakan indigofera secara besar-besaran.
Bahkan Indonesia sempat menguasai pasaran untuk pemasok zat warna, termasuk warna indigo (biru), ke pasar dunia lewat budi daya indigofera. Semenjak tahun 1897, setelah kemunculan warna sintetis, para pengusaha batik lebih memilih menggunakan pewarna tersebut. (afra GSJ-dac)
0 komentar:
Posting Komentar