Minggu, 27 November 2011

Our Green Inspiration: (Lulut Sri Yuliani) Batik Mangrove

Lulut Sri Yuliani 
Batik Mangrove
Wanita kelahiran 1965 ini dulu sempat menggeluti profesi sebagai guru. Namun, kemudian ia keluar untuk bisa fokus dalam menekuni pelestarian lingkungan hidup. Meski demikian, ketika itu Lulut tak takut soal pemasukan di keluarganya yang mungkin akan berkurang setelah ia keluar dari pekerjaannya sebagai guru.

Sejak saat itu pun ia kian intensif dalam melakukan pendampingan lingkungan kepada masyarakat di daerah tempatnya tinggal, yakni di Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.

Mantan aktivis karang Taruna ini juga giat menanam pohon bakau sejak tahun 1996. Dan ketika itu ia memulai dengan menghijaukan pekarangan rumahnya sendiri. Baru kemudian perlahan ia menularkan kepada warga yang ada di sekitar rumahnya. Karena itulah ketika itu ia sering membawa bibit bakau kemana-mana. Jadi, ketika ada warga atau tetangganya yang ingin menanam, ia pun segera memberikannya.

Tak hanya itu saja, ia pun juga aktif menjadi kader sekaligus ketua Forum Peduli Lingkungan Kecamatan Rungkut. Kegiatannya adalah menghasilkan bakteri antagonis composting yang bisa menjadi pupuk cair, mempercepat pengomposan dan menghilangkan bau bangkai.

Lalu, ketika ia mulai sering mengikuti berbagai pelatihan. Pengetahuannya pun semakin berkembang. Hingga kemudian ia mulai mencoba sabun alami dari buah-buah mangrove. Hasilnya, di tahun 2006 bersama forum lingkungannya, Lulut mulai memproduksi sirvega, yaitu sabun cair mangrove toga. Dan karena dibuat dari bahan alami,bekas cucian dari sabun ini tak merusak lingkungan.

Tidak puas hanya dengan sabun, Lulut pun mulai mencoba-coba mendesai batik dengan motif mangrove. Dan hasilnya 44 jenis motif mangrove rungkut Surabaya pun berhasil dibuatnya. Sedangkan untuk pewarnanya sendiri, Lulut juga memanfaatkan berbagai bagian dari mangrove yang juga ditambah dengan bahan lainnya. Selain menggunakan pewarna yang alami, batik ini juga ekslusif karena setiap perajin menggunakan dan mengatur komposisi desainnya sendiri. Jadi, disini Lulut mengajarkan masyarakat terutama ibu-ibu untuk tidak menjiplak.

Tapi, jalannya dulu juga sempat tak mulus. Lulut pernah dituduh sudah gila. Karena masyarakat menganggap ia tak pantas mengurusi sampah karena sudah meraih gelar S2 di dunia pendidikan. Meski begitu lulut tetap tak patah arang dan semakin giat dalam melestarikan lingkungan.

Ketulusannya dalam menjaga lingkungan serta melestarikan budaya bangsa ini pun mendapatkan apresasi oleh pemerintah. Ia pun dianugerahi Kalpataru pada tahun ini, untuk kategori perintislingkungan. Ya itulah Lulut, dengan kegigihannya selama ini lingkungan terjaga dan masyarakat pun jadi sejahtera bersama batik mangrovenya. (afra-gsj/int/new)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Green Student Journalists | Bloggerized by Lasantha - Tebarkan virus cinta lingkungan | student_lovers_enviroment, Riau Province