Pekanbaru
semakin lama, semakin terasa sangat panas. Teriknya panas mata hari seakan langsung
membakar kulit warga kota. Mengapa ini terjadi?
Laporan DESRIANDI CANDRA
SEPULUH
tahun terakhir ini, pembangunan di Kota Pekanbaru tumbuh dengan pesat. Kawasan yang
dulunya bisa dilihat penuh dengan hamparan hijau dedauanan pepohonan, sekarang ini
sudah berubah menjadi kawasan yang penuh dengan bangunan gedung bertingkat,
ruko, hotel, perkantoran, sekolah, mal dan lainnya.
Disatu
sisi tentunya sangat bangga dengan pertumbuhan dan kemajuan Kota Pekanbaru yang
tumbuh dengan pesat. Kota Pekanbaru kini berubah menjadi sebuah kota yang
bergerak menjadi wujud Kota Metropolitan. Menjadi pusat perdagangan dan
jasa.
Jalan-jalan
yang dulunya hanya berukuran empat meter, sekarang sudah berubah menjadi sekitar
20 meter. Menjadi jalan poros utama lalulintas ribuan kendaraan yang setiap
hari melewatinya. Setiap hari itu pula, warga Kota Pekanbaru harus rela terjebak
dengan kemacetan ditengah teriknya panas sinar matahari. Itu semua disebabkan, minimnya
pohon-pohon yang ditanami di meredian jalan-jalan maupun tempat-tempat terbuka lainnya.
Minimnya
pepohonan yang ditanam di kawasan meridianjalan, maupun tempat-tempat terbuka
sebagai paru-parunya kota, menyebabkan kota ini semakin lama semakin panas.
Lihat saja kawasan Jalan Yos Sudarso, Jalan SM Amin, Jalan HR Soebrantas, Jalan
Tuanku Tambusai terlihat sangat minim dengan pepohonan. Kantor Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, bulan lalu
melansir kalau suhu panas di Kota Pekanbaru bisa mencapai 35 derajat celsius. Sementara
dianjurkan untuk keseimbangan, untuk memperbanyak melakukan penanaman pohon dan
penghijauan agar kota menjadi sejuk dan nyaman seperti yang dihasilkan dalam
Konvensi Genewa beberapa tahun lalu, bahkan seperti yang diamanatkan dalam
Undang-undang.
Kondisi
mulai berkurangnya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Pekanbarupun
tidak dielakkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, akibat kemajuan
dan pertumbuhan Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun yang tumbuh dengan pesat. “Memang
kondisinya sudah banyak yang berkurang,” jelas Drs Sadri Sekretaris Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru ditemui Riau Pos, Rabu (30/5) pekan
ini diruang kerjanya. Pejabat eselon III yang baru beberapa bulan menjabat
sebagai Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru menjelaskan, kalau upaya
Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk
mempertahankan ketersediaan RTH di ibu kota Provinsi Riau ini tetap dilakukan. Misalnya
dengan menjaga kawasan RTH yang sudah ada maupun dengan pembukaanpembukaan RTH-RTH
baru.
Kota
Pekanbaru dengan luas sekitar 632,56 meter bujur sangkar, tumbuh dengan pesat.
Pertumbuhan itu memang harus diimbangi dengan ketersediaan ruang-ruang terbuka
hijau. Meski kondisi sekarang ketersediaan RTH sudah jauh berkurang dibandingkan
sepuluh tahun terakhir ini, namun dari ketersediaan RTH yang ada sekarang masih
mencukupi syarat minimal, yakni sekitar 30 persen dari luas K ota Pekanbaru
secara keseluruhannya. Ketersediaan RTH, bukan saja dilahan-lahan miliki Pemko
Pekanbaru, tetapi juga di lahan-lahan masyarakat, perusahaan, instansi,
sekolah, bahkan di meridian
jalan-jalan yang ada. “Kalau itu dikalkulasikan, persentasenya masih di atas 30
persen. Tapi kalau, milik Pemko saja memang persetasenya masih di bawah 30
persen,” paparnya. Ruang terbuka hijau (RTH), artinya kawsaan hijau pohon yang
dengan sengaja dilakukan penanamannya atau tidak. Baik dalam satu hamparan maupun
dalam hamparan yang berbeda. Misalnya saja, Taman Kota dan Hutan Kota di kawasan
Jalan Dipenegoro salah satu bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) yang
statusnya memilik pemerintah.
Lalu
apa yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru? Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru sudah berupaya untuk melakukan
pembukaan-pembukaan ruang terbuka hijau (RTH) yang baru maupun pemeliharaannya.
Menghimbau agar masyarakat, institusi, kalangan swasta serta komponen
masyarakat lainnya untuk bersamasama menjaga kelestarian RTH yang ada. Sebab,
fungsinya sangat besar sebagai paru-paru dunia.
Pemerintah
memandang, partisipasi masyarakat untuk menjaga dan memelihara RTH yang ada
sudah terbilang cukup baik. Namun tetap harus ditingkatkan. Karena tidak bisa
diprediksi, apakah kondisi yang ada masih bisa dipertahankan dalam beberapa tahun
kedepan.
Untuk menambah
ketersediaan RTH di wilayah Kota Pekanbaru, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Pekanbaru pun memanfaatkan lahan-lahan pemerintah yang belum difungsikan sebagai
kawasan RTH. “Yang jelas, mari bersama-sama kita menjaga dan mempertahankannya,
mengembangkannya,” papar Sadri.
Pengamat
Perencanaan Wilayah Kota, Ir Mardianto Manan MT pun menilai, kalau ketersediaan
RTH di Kota Pekanbaru sudah jauh berkurang. Ketersediaan RTH pun di tegaskan
dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang
Tataruang yang menyebutkan minimal 30 persen dari luasan daerah.
RTH memiliki dua
bagian, yakni RTH Publik dan RTH Private. Yang tergolong dengan RTH Publik
misalnya, taman kota, hutan kota, median jalan yang terbuka untuk umum dan semua
orang berhak untuk menikmatinya. RTH Private atau milik pribadi, lebih sifatnya
milik pribadi dan tidak semua orang bisa untuk menikmatinya. Untuk RTH di
Pekanbaru kondisi sekarang ketersediaannya masih mencukupi, hampir 40 persen. Namun
sebaliknya RTH tempat bermain yang kurang sekitar 12 persen.
RTH, bentuk kawasan
yang dengan sengaja di tanam atau tidak dengan tumbuhan atau pohon. Lalu apa
manfaat dari keberadaan RTH? Menurutnya, banyak manfaat dari keberadaan kawasan
RTH. Disatusisi bisa berfungsi untuk menangkis, menahan banjir. Sebab,
akar-akar pohon bisa menjadi resapan air yang turun lebih cepat.
Selain itu bisa juga
menahan polusi suara, polusi udara dengan menghisap polutan yang keluar dari
kendaraan yang mengeluarkan Co2, karena pohon sebagai penghasil O2 (oksigen). Keberadaan
sebuah kawasan RTH pun bisa menahan polusi aroma. Pohon membuat kesejukan dilingkungan.
Tapi kondisi RTH yang
tertata, yang dibangun pemerintah terlihat memprihatinkan. Hanya sebagian kecil
yang tertata. Tapi persentase yang ada sekarang dalam dua tahun kedepan akan berubah.
Karena lahan yang terbatas, sementara pembangunan banyak yang berorientasi
profit bukan pada orientasi pada lingkungan. “Kalau tidak ada perencanaan, maka
persentasenya akan turun,” jelasnya.
Solusi yang harus
dilakukan salah satunya melalui RTRW. Perda RTRW Pekanbaru harus mencantumkan
minimal RTH harus memberikan ketersediaan minimal 30 persen. Sehingga apa pun
perkembangan Kota Pekanbaru beberapa tahun kedepan, ketersediaan RTH di
Pekanbaru tetap bisa mencapai standar minimal 30 persen. Memberikan sanksi yang
tegas dengan memberikan denda bagi yang merusak pohon.
Menurutnya, itu wajar
dilakukan. Masyarakat bisa bayangkan, kalau satu botol oksigen di rumah sakit
di jual dengan harga mencapai Rp2 juta. Sementara, sebaliknya pohon yang
meghasilkan O2 justru terkesan tidak dihargai. Dengan gampang pohon-pohon yang
hijau dilingkuan kota justru di tebang dan dibersihkan oleh petugas kebersihan
maupun petugas PLN, karena menganggu jaringan listrik.
Pemko harus berpikir
jauhkedepan. Sedari sekarang, pemerintah harus berpikir jauh untuk menyiapkan
lahan cadangan RTH maupun kawasan yang permanen.***
0 komentar:
Posting Komentar